Wayang Kelompok Aksara A |
Angkawijaya - Solo |
RADEN ANGKAWIJAYA Raden Angkawijaya putra Raden Arjuna dari perkawinannya dengan Dewi Wara Sumbadra. Sewaktu mudanya ia bernama Abimanyu. Istrinya yang pertama Dewi Sitisundari, putri Prabu Kresna, tidak berputra. Istrinya yang kedua, Dewi Utari, putri Prabu Matswapati, berputra Prabu Parikesit, keturunan Pendawa penghabisan di jaman Purwa. Perkawinan Angkawijaya dengan Dewi Utari tidak Sepadan, karena Dewi Utari seumur dengan embah buyut Angkawijaya, tetapi dengan berkah para Dewi tak berobah sifatnya dan tetap muda. Sebagai ksatria agung Angkawijaya bersemayam di Plangkawati. Negara ini semula negara seorang raksasa yang dikalahkan oleh Angkawijaya. Angkawijaya sangat disayang oleh ibu-bapaknya. Begitu pula Angkawijaya sangat sayang pada Raden Gatotkaca. Kedua ksatria ini senantiasa bantu-membantu di dalam perang. Di dalam perang Baratayuda Angkawijaya diangkat sebagai panglima. Angkawijaya kena tipu daya Korawa dan terkurung di dalam lingkungan musuh, hingga terpisah dari tentara Pendawa. Seperti bunyi ceritanya, Angkawijaya menemui ajalnya karena terlalu banyak menderita luka terkena bacokan dan anak panah, hingga orangnya tak dapat dikenal lagi. Walaupun luka-luka, Angkawijaya terus mengamuk, hingga banyak menewaskan musuh. Oleh pujangga perang Angkawijaya itu dipuji setinggi-tingginya dan luka-luka yang menutupi seluruh tubuh menghias dan menambah ketampanan Angkawijaya. Di dalam lakon Wahyu Cakraningrat, yakni wahyu kerajaan, dikatakan, bahwa ia yang kemasukan wahyu itu akan mempunyai keturunan yang akan menjadi raja. Maka banyaklah ksatria yang menginginkan wahyu itu, antara lain Raden Samba, Raden Angkawijaya dan para Korawa. Tetapi yang mendapatkan wahyu hanyalah Raden Angkawijaya. Dan pihak Dwarawati, putra Prabu Kresna yang bernama Raden Samba juga berhasrat mendapatkan wahyu, menantikannya, tetapi tak berhasil memperolehnya, oleh karena Raden Samba terpengaruh oleh keadaan yang menjauhkan dia dan wahyu. Para Korawa pun tak mau ketinggalan dan ingin mendapatkan wahyu. Mereka membentuk semacam Pendawa Lima dengan Suyudana sebagai Puntadewa, Dursasana sebagai Wrekodara, Kartamarma sebagai Arjuna, dan Citraksa dan Citraksi sebagai Nakula dan Sadewa. Tetapi segala usaha mereka ternyata gagal. Angkawijaya bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka tenang. Bersanggul terurai dan dihias dengan garuda membelakang. Bersunting waderan, berkalung putran bentuk bulan sabit. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain katongan dan bercelana cindai. Raden Angkawijaya berwanda: Rangkung dan Bontit. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982 |