Wayang Kelompok Aksara B |
Brahala - Solo |
BRAHALA Brahala asal jadi seseorang yang bisa triwikrama, yakni berganti rupa menjadi raksasa maha besar, berkepala dan bertangan banyak, selagi tangan-tangannya memegang senjata beraneka rupa. Dalam cerita wayang, yang mampu bertriwikrama hanya Prabu Kresna, raja negara Dwarawati dan Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati. Di waktu mereka bertriwikrama, tak seorang pun bisa melawan mereka. Brahala mengkiaskan amarah orang. Kalau dilawan, amarahnya semakin meluap-luap. Amarah hanya akan reda, bila dihadapi dengan kesabaran. Diwujudkan dengan sejumlah banyak muka raksasa, dengan mulut terbuka dan lidah terjulur, bergigi dan bertaring. Setiap tangannya memegang senjata dan senjata yang tampak, berbagai-bagai macamnya. Bercelana cindai. Tersebut dalam cerita, sewaktu perang Baratayuda sudah dekat, Prabu Kresna datang ke Astina untuk meredakan perselisihan antara Pendawa dan Korawa, tetapi tak berhasil usahanya itu. Pada waktu itu Prabu Kresna bertriwikrama berupa raksasa sebesar bukit, berdiri melangkahi pura Astiria dengan kaki kiri di Alun-alun selatan dan kaki kanan di Alun-alun utara. Lalu bersabdalah ia, “Hai, kalau aku mau memusnakan pura Astina beserta manusia-manusianya, dapat kulakukan seketika ini juga, tetapi apa guna perbuatanku itu.” Dalam triwikramanya, Prabu Arjunasasra dapat berobah menjadi raksasa maha besar yang dengan badannya dapat membendung samudera, hingga laut menjadi kering dan para harim Sri Arjunasasra bisa bersuka ria dan dengan mudah menangkap ikan. Baginda juga bertriwikrama, ketika datang Raden Sumantri untuk mencoba kesaktian baginda. Seketika baginda berobah menjadi raksasa maha besar, hingga Sumantri tak berdaya. Merukunkan Pendawa dengan Astina diibaratkan juga merukunkan lahir dengan batin yang selalu saja berselisih dan sukar bisa disatukan. Tapi kalau memang diusahakan benar-benar, pikiran manusia pun bisa terbuka oeh ilham dan bukan mustahil kalau usaha perdamaiannya akan berhasil. Orang umumnya mudah berkata, bahwa pengetahuannya mengenai kebatinan mendalam, tetapi kenyataannya wallahualam. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982 |