| Wayang Kelompok Aksara C |
| Cingkrabala - Solo |

|
HYANG CINGKARABALA - HYANG BALAUPATA Hyang Cingkarabala dan Hyang Balaupata bermata plelengan berhidung nyanthik palwa (serupa haluan perahu). Kedua Dewa raksasa ini saudara kembar, anak-anak seorang raksasa bernama Gopatama yang adalah juga saudara Lembu Andhini, kendaraan Hyang Guru. Saudara kembar itu juga menjadi lambang amarah yang menghalang-halangi seseorang yang ingin mengheningkan cipta atau menundukkan hawa nafsu. Maka kedua Dewa raksasa itupun digambarkan sebagai penjaga-penjaga pintu Sorga. Seseorang yang ingin ke Sorga, harus pergi ke situ dengan badan halusnya dan menundukkan lebih dulu amarahnya yang diibaratkan kedua Dewa raksasa itu. Di dalam segala cerita wayang berlaku peraturan bagi setiap orang yang ingin naik ke Sorga, bahwa tak diizinkan ia untuk datang dengan badan kasarnya, melainkan dengan badan halusnya. seseorang ingin naik ke Sorga dengan badan kasarnya, akan dihalangilah ia oleh kedua raksasa penjaga pintu Sorga itu. Tetapi ada juga ksatria, yakni Arjuna, yang bisa naik ke Sorga dengan badannya. Perbuatan demikian disebut sumengka pangawak bajra yang berarti bersungguh-sungguh bagaikan berbadan angin puyuh. Selain Arjuna terdapat juga tokoh-tokoh wayang sakti lainnya yang bisa naik ke Sorga dengan badan kasar. Dalam hubungan ini dapat disebut misalnya Semar yang karena marah naik Sorga dengan badan kasarnya uuntukk meinta kembali roman mukanya yang elok. Semar sesungguhnya seorang Dewa yang telah diturunkan ke arcapada, bumi untuk menjaga keluarga Pendawa Lima. Menilik contoh-contoh tersebut, maka secara simbolis terdapat kemungkinan juga sebenarnya bagi manusia untuk dengan badannva menghadap ke hadirat Dewa, asal saja syarat-syaratnya terpenuhi olehnya. Bagaimana syarat-syaratnya untuk dapat menghadap ke hadirat Dewa, justeru itulah yang sangat sulit untuk diselidiki dan diketahui. Setengah orang mengatakan kesucian jiwalah yang menjadi utama, ini ada benarnya juga, setengah orang lainnya akan menanggapi Tetapi bagaimanakah cara mensucikan diri itu? Menurut cara pewayangan, dengan jalan semadi. Lalu bagaimana dengan pendapat yang mengatakan, bahwa kesucian jiwa bukanlah sesuatu untuk dimiliki buat sementara waktu, melalaikan secra terus-menerus, buat selama lamanya. Inilah hakekat daripada kesucian jiwa. Tak dapat ia dikuasai melalui proses yang singkat. Melainkan melalui perkembangan terus-menerus yang tiada habisnya. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982 |















