| Wayang Kelompok Aksara S |
| Salya - Solo |

|
PRABU SALYA ketika mudanya bernama Narasoma. PRABU SALYA Prabu Salya raja negara Mandraka. Ketika mudanya bernama Narasoma dari keturunan raja Mandratpati. Permaisurinya bernama Dewi Setyawati, putri yang sangat setia pada suaminya. Prabu Salya sakti dan mempunyai senjata, bernama Candrabirawa dan berupa raksasa sangat buas. Raksasa itu tak bisa mati terbunuh, karena jumlahnya terus berlipat ganda. Mati satu menjadi dua, mati dua menjadi empat dan seterusnya. Karena begitu saktinya, tak ada seorang yang bisa melawannya. Dalam batinnya Prabu Salya sayang pada Pendawa, tetapi oleh karena negara Mandraka di bawah pemerintahan Astina dan raja Astina adalah menantunya, maka terpaksa ia memihak pada Astina. Di dalam perang Beratayuda, sewaktu Prabu Salya mengusiri kendaraan Adipati Karna, ketika berperang dengan Arjuna,, Salya berbuat curang dengan menjungkirkan kendaraannya, sehingga anak panah Karna yang ditujukan pada Arjuna, meleset dari tujuan. Itu menjadi bukti mengenai sayang Salya pada Arjuna (Pendawa). Dalam perang itu, Salya tewas, ketika bertanding dengan Yudistira. Prabu Salya bermata kedondongan, berhidung mancung serba lengkap. Berjamang tiga susun dengan garuda membelakang lebih besar, bersunting waderan, berpraba. Berkalung ulur-ulur, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain bokongan raton. Prabu Salya seorang raja yang berbahagia. Berputra tiga orang putri: 1. Dewi Erawati. yang menjadi permaisuri Prabu Baladewa, 2. Dewi Surtikanti, permaisuri Adipati Karna, raja negara Awangga, 3. Dewi Banuwati, dipermaisuri oleh Prabu Suyudana. raja negara Astina. Jadi ketiga-tiga putrinya menjadi permaisuri raja, sedang dua orang kemenakannya, Nakula dan Sadewa, menjadi pelengkap Pendawa yang keempat dan kelima. Tetapi setelah pecah perang Baratayuda, Prabu Salya menjadi bimbang. Secara lahir ia sayang pada Suyudana, yang adalah menantunya dan adalah pula raja besar negara Astina, tetapi secara batin ia memberatkan Pendawa, sebab Pendawa yang keempat dan kelima adalah kemenakannya. Tambahan pula Prabu Salya sebenarnya memang cinta pada Pendawa dan oleh karenanya suka ia bisa berpendirian tetap. Maka di dalam perang Baratayuda, ia seakan-akan tak berdaya dan kehilangan kesaktiannya dan oleh karena ia berperang tanpa semangat, matinya sepeni bunuh diri saja. Begitulah gambaran mengenai seseorang yang berpendirian setengah setengah dan yang tak mempunyai kebulatan tekad, hingga menderita kalah perang sebagai akibatnya di dalam perang Baratayuda, dan ternoda pula namanya sebagai seorang raja yang tak membela keagungan mahkotanya, karena tak sampai hati berperang dengan kemenakan kemenakan sendiri, Nakula dan Sadewa. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982 |













