Makalah Komisi - A - (#1) |
Pengembangan Media Dongeng Mengukir Generasi Cerdas Berkarakter Kuat Oleh: Sari Nur Saptanti Abstrak: Inovasi proses belajar-mengajar yang kreatif adalah kunci pengembangan bahasa dan sastra Jawa di sekolah. Salah satu materi pokok kelas VII SMP adalah dongeng. Siswa didik yang menyimak dongeng selama 20 menit diyakini dapat meningkat kecerdasan membaca dan menulisnya. Tujuan penelitian ini adalah 1. menyusun bahan ajar pembelajaran dongeng dengan pengembangan 2. penanaman nilai luhur untuk membentuk watak generasi muda yang Penelitian pengembangan ini disusun dengan mereduksi desain penelitian Borg & Gall menjadi enam langkah, yaitu 1. analisis kebutuhan, 2. pemilihan topik sesuai kebutuhan, 3. membuat garis besar isi media, 4. pembuatan multimedia pembelajaran, 5. validasi, evaluasi, dan revisi, 6. finalisasi.
Subjek uji coba penelitian terdiri dari subjek uji coba teoretis dan empiris. Subjek uji coba teoretis terdiri dari dua orang ahli materi. Subjek uji coba empiris terdiri dari 10 siswa dalam uji coba kelompok kecil dan kelompok besar terdiri dari kelas VII F dan kelas VII H. Objek uji coba adalah kualitas multimedia program pembelajaran materi dongeng. Instrumen yang digunakan untuk menjaring data adalah angket, wawancara, dan tes. Hasil uji coba penelitian adalah sebagai berikut. Media yang dikembangkan berperan dalam mencapai prestasi siswa untuk pokok bahasan membaca dongeng dengan skor rata-rata 8,75 pada kelas VII F dengan tingkat ketuntasan 92%, dan 8,71 pada kelas VII H dengan tingkat ketuntasan 100%. Karakter yang diharapkan terbentuk mulai terlihat pada contoh kecil kedisiplinan siswa didik dan tanggung jawabnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran ini layak untuk digunakan sebagai salah satu strategi pembelajaran membentuk karakter kuat berbasis sastra Jawa. Kata-kata kunci : media dongeng, generasi cerdas, karakter kuat A. Pendahuluan Keteladanan adalah metode efektif dalam pendidikan karakter. Keteladanan mampu memberikan contoh nyata bagaimana seseorang harus bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Di era keterbukaan yang sudah sudah nyaris tidak terbendung, setiap orang mampu mengakses informasi apapun. Berita-berita tentang kekerasan, ketidakjujuran, perkelahian antar pelajar sudah bukan hal baru lagi menghiasi layar kaca maupun berita di koran dan tabloid. Sirnanya keteladanan tokoh publik, maraknya kebohongan serta terjadinya peristiwa-peristiwa ketidakadilan secara tidak langsung mempengaruhi cara berpikir, bersikap maupun bertindak. Siswa-siswi kita dengan kesederhanaan berpikir akan mudah meniru dari apa yang mereka lihat setiap hari. Krisis keteladanan menyergap hampir semua lini kehidupan. Kata Sidharta Susila ”Anak-anak kita hidup dalam ruang nihil kepekaan moral”. Realitas keseharian yang mestinya menjadi objek pembelajaran hanya menjadi realitas penuh dusta. Rasa malu membebal. Gaung pengajaran tentang prinsip keadilan, nilai kehidupan, ajaran moral hingga ragam aturan keagamaan segera senyap ketika tak terpetakan dalam kehidupan sehari-hari. ( Kompas, 29/9) Menyikapi hal tersebut, peran lembaga pendidikan, khususnya sekolah sangat strategis untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membentuk karakter. Karakter menjadi dasar kegiatan seseorang. Orang yang berkarakter kuat, akan selalu memiliki momentum untuk mencapai tujuannya. Sekolah punya tanggung jawab membantu mengasah watak seseorang. Seorang pendidik profesional dengan loyalitas, dedikasi dan etos kerja yang dimilikinya harus mampu menjadi salah satu contoh atau teladan nyata bagi siswanya. Setiap pikiran, perkataan dan perbuatan seseorang mencerminkan karakter yang dimilikinya. Pendidikan karakter merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Pembentukan karakter kuat diperlukan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Guru selaku ujung tombak di lapangan diberikan keleluasaan penuh untuk mengembangkan strategi pembelajaran dengan tetap mengacu pada tujuan pembelajaran. Peningkatan dan pengembangan kualitas pembelajaran merupakan salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan secara terpadu. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah upaya peningkatan kepribadian manusia baik aspek kemampuan kepribadian maupun tanggung jawab. Mutu pendidikan sangat bergantung kepada kualitas guru dan praktik pembelajarannya di kelas. Tugas pendidik tidak hanya melahirkan generasi pandai atau cerdas tetapi sekaligus generasi yang berwatak positif atau berkarakter kuat. Hal ini sejalan dengan pasal 3 Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Sebagai guru mata pelajaran muatan lokal penulis mencoba memberikan keteladanan yang disampaikan lewat dongeng untuk bekal pembentukan watak siswa. Pembelajaran bahasa Jawa di kelas diupayakan terkemas dalam bentuk yang kreatif dan rekreatif dengan menggunakan media pembelajaran yang berfungsi sebagai alat bantu belajar. Penggunaan multimedia komputer dalam proses kegiatan belajar bahasa Jawa digunakan sebagai salah satu alternatif guru untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) dengan merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar siswa. Hal ini akan menumbuhkan motivasi yang kuat sehingga diharapkan terjadi keberhasilan proses belajar. Materi ajar pada media pembelajaran yang dibuat adalah dongeng cerita binatang. Minimnya teladan – teladan yang ada dalam kehidupan sehari-hari diupayakan untuk dapat digantikan lewat cerita-cerita binatang yang disajikan. Judul dongeng yang dibuat ada sembilan, yaitu 1. Sirah loro, 2. Disenengi alas, 3. Bayangan kaca, 4. Mbales dhendham, 5. Pamer Kekuwatan, 6. Piranti ngitung, 7. Manuk Beo, 8. Kancil lan Kidang, dan 9. Mlaku mundur.
Keteladanan yang dapat ditemukan siswa adalah selalu ingat kepada Tuhan, kejujuran, tepa slira, sabar, pantang menyerah, tanggung jawab, kerukunan, tabah, sopan santun dan menghargai sesama. Nilai didik ini diupayakan dapat digunakan sebagai pembentuk watak generasi bangsa, sekaligus mendukung pencanangan pendidikan karakter oleh Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh. Pembentukan generasi cerdas berkarakter kuat diharapkan dapat terwujud dengan teladan yang disisipkan lewat media pembelajaran yang dikembangkan. Pendekatan proses pembelajaran ini menggunakan pendekatan Contekstual Teaching Learning atau lebih sering dikenal CTL. Salah satu unsurnya adalah konstruktivisme. Konstruktivisme menekankan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri. Bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahannya harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa lewat pengalamannya. Model ini memiliki asumsi bahwa siswa bukan penerima informasi yang pasif, melainkan siswa aktif berpartisipasi dalam proses belajar dan dalam mengkonstruksikan makna dari informasi yang ada. Jadi kunci dalam model ini siswa mampu ”menghasilkan sendiri” makna dari informasi yang diperolehnya lewat proses membaca. (Sugiyanto, 2010: 17). Berlandaskan konstruktivisme dan minimnya keteladanan yang dapat ditiru dari dunia nyata tersebut, materi pembelajaran ini menekankan pada contoh-contoh tindakan baik dan buruk pada cerita binatang beserta konsekwensinya. Permasalahan yang ada dapat dirumuskan ; 1. bagaimana mengembangkan multimedia komputer untuk menyusun 2. bagaimanakah tanggapan siswa terhadap implementasi 3. bagaimana peran media ajar yang dibuat dalam pencapaian prestasi
B. Pembahasan 1. Pengembangan media pembelajaran Kata ”media” berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ”tengah”, ”perantara” atau ”pengantar.” Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 1997:3). Flemming dalam Arsyad (1997:3) menyebut media dengan mediator. Istilah mediator menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak dalam proses belajar yaitu siswa dan isi pelajaran. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali. Dengan demikian, media dalam pendidikan adalah semua benda yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain sebagai alat bantu, media juga dapat berfungsi sebagai sumber belajar. Media sebagai sumber belajar adalah media yang dapat digunakan untuk belajar siswa dengan tujuan memperkaya wawasan anak didik. Sementara itu pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktivitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang penting dalam aktivitas dan pembelajaran adalah lingkungan. Hal inilah yang harus diciptakan guru dengan menata unsur-unsur yang ada sehingga akan mampu merubah perilaku siswa. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong upaya pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar. Guru dituntut untuk mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran sebagai sarana yang akan digunakannya untuk mempermudah siswa didik memahami kompetensi dasar yang ditetapkan. Sumber belajar atau sarana tersebut dalam istilah pendidikan disebut media pembelajaran. Media pembelajaran yang dikembangkan adalah multimedia interaktif, suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Program yang akan digunakan adalah program power point dengan program pendukungnya. Tampilan perintah-perintah pada program ini mudah dimengerti sehingga pengoperasian media pembelajaran dapat dijalankan dengan baik oleh guru maupun peserta didik. Fasilitas-fasilitas yang digunakan antaranya, hyperlink, custom animasi, fill effects, insert clip art, dan lain-lain. Bahan ajar harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Guru dituntut agar dapat menyelaraskan waktu yang ada mengingat keterbatasan waktu yang tersedia. Perbedaan karakter pembelajar ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya minat, bakat, intelegensi dan sikapnya. Penggunaan media berbantuan komputer yang akan dikembangkan ini diharapkan akan meminimalisasi perbedaan karakter pembelajar sesuai kecepatan belajar masing-masing. 2. Nilai didik Nilai didik adalah nilai yang berkaitan dengan pendewasaan jiwa anak. Anak yang bernilai didik adalah anak yang baik dan berwatak. Nilai didik tidak akan pernah hilang karena nilai didik adalah nilai moral yang akan tetap bersemayam dalam hati nurani kemanusiaan. Nilai didik ini selamanya merupakan misi pendidikan. Keterbukaan, kejujuran, demokrasi, persatuan, daya juang, santun, toleransi, etika dan akhlak mulya, anti korupsi kolusi dan nepotisme adalah nilai pendidikan (Dandan Supratman, 2007 : vi). Pembinaan karakter yang selama ini dilakukan hanyalah sebatas intelektual, sedangkan dimensi moral terabaikan. Pendidikan nilai adalah kunci inovasi pendidikan. Hal ini pulalah yang coba diupayakan oleh penulis lewat multimedia pembelajaran yang akan dihasilkan. Dongeng anak-anak mengandung nilai-nilai luhur, terutama yang berkaitan dengan pendidikan. Nilai-nilai luhur itu dapat dijadikan pendukung pendidikan untuk membentuk kepribadian yang berjiwa teladan. Untuk pencapaian nilai–nilai luhur itulah akan dibuat media pembelajaran berbantukan komputer yang mendukung pembelajaran membaca dongeng. Materi yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk menunjukkan hal yang benar dan salah pada anak didik. Hal ini diperlukan untuk pembentukan jiwa anak didik agar kelak menjadi manusia yang berkarakter kuat. Untuk mendapatkan produk pembelajaran membaca dongeng berbahasa Jawa dengan multimedia komputer berkualitas, model pengembangan yang diacu oleh peneliti adalah model pengembangan yang dijelaskan oleh Borg and Gall (Samsudi, 2006: 76). Model ini mempunyai sepuluh langkah, seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar 1 Langkah-Langkah Penggunaan Metode Research and Mengacu pada sepuluh langkah penggunaan metode penelitian di atas, dalam praktiknya kesepuluh langkah itu direduksi menjadi enam langkah yaitu sebagai berikut.
1. Analisis kebutuhan 2. Pemilihan topik yang tepat sesuai kebutuhan 3. Membuat garis besar isi multimedia 4. Pembuatan multimedia pembelajaran 5. Validasi, evaluasi dan revisi 6. Finalisasi (Tim Pengembang, 2007:45) Secara skema, model pengembangan produk pembelajaran dengan multimedia komputer dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2 Skema Model Pengembangan Produk Pembelajaran
Dipilihnya model ini karena beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1. Model ini memiliki landasan teori yang jelas, karena teori ini 2. Langkah-langkah pengembangan pada model ini terperinci namun
1) Hasil review dari ahli materi, ahli media, dan siswa masih dalam bentuk nilai huruf diubah menjadi nilai angka, sebagai berikut. 1. Sangat bagus/sangat jelas = 5 2. Bagus/jelas = 4 3. Cukup/cukup jelas = 3 4. Kurang/tidak jelas = 2 5. Sangat kurang/sangat tidak jelas = 1
2) Untuk menilai keefektivan produk pembelajaran, dengan multimedia komputer yang dibuat berpedoman pada nilai ketuntasan yang diperoleh siswa dengan hasil minimal 70. Secara garis besar, uji coba ini dilaksanakan dua bagian. Bagian pertama uji coba untuk memvalidasi Pembelajaran Menggunakan Komputer (PMK) secara teoretis. Uji coba ini melibatkan ahli materi dan ahli media. Uji coba bagian kedua adalah uji coba lapangan yang bertujuan untuk memvalidasi media pembelajaran secara empiris. Uji coba bagian kedua ini terdiri dari uji coba pemakaian PMK secara perseorangan dan pemakaian PMK sebagai bahan utama pembelajaran membaca dongeng secara klasikal. Rangkuman hasil angket dan wawancara dengan ahli materi dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Hasil Rangkuman Wawancara dengan Dua Ahli Materi
1. Penulisan kata harus disesuaikan dengan kaidah bahasa Jawa. 2. Susunan kalimat yang digunakan disesuaikan dengan penggunaan Hasil dari masukan ahli media dapat dilihat dari 3 aspek yaitu a)aspek tampilan, b)aspek program dan c)aspek pembelajaran.
a. Aspek Tampilan ( Tabel 2)
1. Mengubah warna latar pada beberapa layar agar teks mudah dibaca. 2. Animasi yang tidak mendukung pembelajaran dihilangkan. 3. Musik latar diberikan pada semua layar, khususnya judul dan materi,
b. Aspek Program Data yang dianalisis pada aspek program mencakup 8 indikator. Analisis yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Data Kualitas Media Pembelajaran Dilihat dari Aspek Program
1. Letak tombol panah maju dan dan tombol panah mundur diletakkan 2. Tombol navigasi dibuat lebih berwarna. 3. Interaktivitas siswa ditingkatkan dengan menambah navigasi pilihan c. Aspek pembelajaran Analisis data untuk aspek pembelajaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Uji coba empiris telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Semarang. Subjek uji coba adalah siswa kelas VII sesuai dengan materi yang yang harus dikuasai. Kelompok kecil ini berjumlah 10 responden siswa kelas VII secara acak. Instrumen yang digunakan untuk uji coba ini adalah angket sebagai sumber data utama, ditambah dengan diskusi dan observasi untuk melengkapi data masukan perbaikan kualitas produk pembelajaran dengan multimedia komputer.
3. Peran Guru. Meski pembelajaran menggunakan komputer ini bisa dilakukan secara mandiri, peran seorang guru tetap dibutuhkan. Seperti diketahui tugas seorang guru tidak hanya mengajar, tetapi lebih penting substansi adalah tugas mendidik. Hal ini membawa konsekwensi yaitu kehadiran guru memiliki kewajiban yang melekat untuk mau dan mampu membangun pribadi siswa agar tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang utuh. Terkait hal tersebut di atas, ketika pelaksanaan pembelajaran membaca dongeng menggunakan pengembangan media pembelajaran dilaksanakan ada beberapa kenyataan yang dapat dijadikan sebagai referensi. 1. Minat siswa belajar bahasa Jawa menjadi meningkat, karena 2. Penerapan pendidikan karakter yang diupayakan dengan memberi 3. Pengenalan nilai didik dari dongeng secara kognitif dan
C. Simpulan dan Saran Pemberian keteladanan tidak hanya dapat ditampilkan lewat sosok seorang guru. Optimalisasi dalam membuat strategi pembelajaran yang kreatif dan rekreatif telah diupayakan oleh penulis. Berdasarkan langkah–langkah yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. a. Hasil dari validasi ahli materi, ahli media, uji coba kelompok kecil b. Media pembelajaran yang dikembangkan mampu meningkatkan c. Media yang dikembangkan berperan dalam mencapai prestasi siswa
Berdasar simpulan dari penelitian ini, dapat disarankan hal sebagai berikut. Sisa waktu dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya digunakan untuk merefleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru menegaskan bahwa tujuan akhir bukanlah sekedar menguasai kompetensi yang ada tetapi jauh lebih penting adalah mampu menerapkan nilai didik yang telah ditemukan untuk pembentukan watak utama siswa. Kegigihan, disiplin tinggi, tanggung jawab dan mampu bekerja sama dengan orang lain harus mulai dikembangkan. Siswa juga diingatkan bahwa pada saatnya nanti setiap tindakan baik buruk maupun baik nanti harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai ketuhanan akan mendasari setiap perilaku siswa. Hal positif ini harus terus dikembangkan sejak dini untuk bekal hidup di masa mendatang.
♦ Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Tips menjadi Guru Inspiratif, Kreatif ♦ Angkowo, R. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran: ♦ Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta ♦ Arsyad,Azhar. 1997. Media Pengajaran. Jakarta:PT Raja Grafindo ♦ Baharuddin, M.Pd dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan ♦ Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar ♦ Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pendekatan Kontekstual ( ♦ Gall, Meredith D, Joyce P. Gall, dan Walter R. Borg. 2003. ♦ Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan ♦ Hidayatullah, M.Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun ♦ Http://id.wikipedia.org/wiki/Harimau. ”Harimau" ♦ Http://id.wikipedia.org/wiki/Rusa. “Rusa” ♦ Http://id.wikipedia.org/wiki/Gorila. “Gorila” ♦ Http://id.wikipedia.org/wiki/Kucing. ”Kucing” ♦ Johnson, Elaine. 2007. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan ♦ Koesoema, Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak ♦ Munir, Abdullah. 2010. Super Teacher. Yogyakarta : Pedagogia ♦ Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan ♦ Nurhadi , dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching ♦ Sadiman, Arief .S,dkk. 2006. Media Pendidikan : Pengertian, ♦ Samsudi. 2006. Disain Penelitian Pendidikan. Semarang:UNNES ♦ Sudjono, Irwan. 1997. Dongeng Sato Kewan. : Srana Panglipur kang ♦ Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : ♦ Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, ♦ Supangkat, Eddy. 2007.Kancil Raja Hutan Sejati. Yogyakarta : ♦ Supratman, Dandan. 2007. Proses Pendidikan Tuntas (Tercapainya ♦ Susila, Sidharta. 2011. Guru di Negeri Bohong. Dalam Kompas, 29 ♦ Tim Pengembang. 2007. Panduan Pengembangan Multimedia ♦ Widodo, Slamet. 2006. Kodok Bermata Besar. Jakarta : Elex Media |