Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno - Halaman 01 / 25 |
A. Wangsa Sailendra 1. Asal usul Wangsa Sailendra.
Istilah Sailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan tahun 700 Saka(778M). [[1]] Kemudian istilah itu muncul pula di dalam prasasti dari desa Kelurak tahun 704 Saka (782 M). [[2]] di dalam prasasti Abhayagiriwihara dari bukit Ratu Baka tahun 714 Saka (792 M),[[3]] dan di dalam prasasti Kayumwungan tahun 746 Saka (824 M), [[4]] Yang amat menarik perhatian ialah bahwa istilah Sailendrawangsa itu muncul pula di luar Jawa, yaitu di dalam prasasti Ligor B [[5]], Nalanda, dan Leiden. Prasasti – prasasti tersebut semuanya menggunakan bahasa Sanskerta, dan tiga diantaranya – kecuali prasasti Kayumwungan – menggunakan huruf siddham, bukan huruf Pallawa atau huruf Jawa Kuno sebagaimana umumnya prasasti – prasasti di Jawa. Kenyataan ini ditambah dengan kenyataan bahwa ada beberapa nama wangsa di India dan daratan Asia Tenggara yang sama artinya dengan Sailendra, yaitu raja gunung, menimbulkan pelbagai teori tentang asal usul wangsa Sailendra di Jawa itu. R.C. Majumdar beranggapan bahwa wangsa Sailendra di Indonesia, baik yang di Jawa maupun yang di Sriwijaya, berasal dari Kalingga di India Selatan. [[6]] G. Coedes lebih condong kepada anggapan bahwa wangsa Sailendra itu berasal dari Fu-nan atau Kamboja. Menurut pendapatnya ejaan Fu-nan dalam berita Cina itu berasal dari kata Khmer kuno vnam atau bnam yang berarti gunung; dalam bahasa Khmer sekarang phnom. Raja – raja Fu-nan disebut parwatabhupala, yang berarti raja gunung sama dengan kata Sailendra. Setelah kerajaan Fu-nan itu runtuh sekitar tahun 620 M, ada anggota wangsa raja – raja Fu-nan itu yang menyingkir ke Jawa, dan muncul sebagai penguasa di sini pada pertengahan abad VIII M, dengan menggunakan nama wangsa Sailendra.[[7]] J. Przyluski menunjukkan bahwa argumentasi Coedes itu didasarkan atas tafsiran yang meragukan dari data bait di dalam prasasti Kuk Prah Kot, yang menurut Coedes[1] F.D.K. Bosch, “De inscriptie van Keloerak”, TBG, LXVII, 1928, hlm. 27-62, J.L.A. Branders, “Een nagari – opschrift; gevonden tusschen Kalasan en Prambanan”, TBG, XXXi, 1886, hlm. 240-260. [2] Ibid., hlm. 1-56 [3] J.G. de Casparis, inscripties uit de Cailendra – tijd. Prasasti Indonesia 1, 1950, hlm. 21 – 22; “note on cultural relation between Ceylon and Jawa:, Artibus Asiae, CCIV, 1961, hlm. 241 – 248. [4] J.G. de Casparis, Prasasti Indonesia, I, hlm. 38 – 41. [5] G. Soedes, “Le royaoume de Sriwijaya, BEFEO, XVIII, 1918, hlm. 29-31. Prasati ligor ini bertulisan pada dua sisinya. Pada sisi A terdapat prasasti dari raja Sriwijaya yang tidak disebut namanya, berangka tahun 697 Saka (775 M). Pada sisi B terdapat prasasti yang hanya terdiri atas 4 baris, ternyata tidak diselesaikan. Pada sisi B inilah terdapat nama raja yang mengaku dirinya terlahir dari wangsa Sailendra. Masalah yang timbul ialah mengenai angka tahunnya. Adakah prasasti Ligor B ini berasal dari tahun yang sama dengan prasasti Ligor A, atau lebih muda? Boechari pernah mengemukakan dugaan bahwa prasasti Ligor B dikeluarkan oleh raja Balaputradewa, raja Sriwijaya yang mengaku sebagai cucu raja Jawa dari wangsa Sailendra yang bergelar Sri Wirawairimathana; jadi kira – kira tige perempat abad lebih muda dari prasasti Ligor A. (Boechari: “Report on research on Sriwijaya”, Country Report SPAFA Workshop on Sriwijaya, Jakarta 12 – 17 March 1979). [6] R.C. Majumdar, “Les rois Cailendra de Suvarnadvipa”, BEFEO, VVVIII, 1933, hlm. 121 – 144 [7] G. Coedes, “On the origin of the Cailendras of Indonesia”, JGIS, vol. i, 1934, hlm. 66 – 70 |