Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
Kerajaan Mataram Kuno - Halaman 11 / 25 |
Isi prasasti tersebut mungkin berkaitan dengan nama sebuah kerajaan di Jawa Timur yang bernama Kanjuruhan. Nama ini rupa – rupanya hingga sekarang masih ada dalam nama sebuah desa tidak jauh dari Dinoyo, tempat penemuan prasasti, yaitu des Kejuron ditepi Kali Merto. Disebelah utara Desa Kejuron itu masih ada peninggalan candi yang memiliki ciri – ciri arsitekturnya termasuk bangunan candi yang tua, yaitu candi Badut. Apakah memang candi Badut itu yang disebutkan didalam prasasti ini sebagai candi untuk pemujaan Agastya belumlah dapat dipastikan, karena disekitarnya, yaitu didesa Merjosari, Besuki, dan Ketawang Gede juga ditemukan sisa – sisa bangunan kuno yang menunjukkan ciri – ciri arsitektur yang sama. [[1]] Poerbatjaraka mengidentifikasikan Gajayana dengan Ki-yen didalam berita Cina yang memindahkan kerajaan Ho-ling ke Timur. Fonetis identifikasi ini kurang dapat diterima. [[2]] Lagi pula ada keberatan yang lebih mendasar, yaitu kenyataan bahwa didalam prasasti ini disebut – sebut arca Agastya dari kayu cendana yang telah dibuat oleh nenek moyang raja Gajayana. Selain itu, dari kata – kata didalam prasasti terbayang bahwa sebelumnya raja Dewasingha, ayahnya, telah memerintah dengan tenang di kerajaan Kanjuruhan. Jadi, tidak mungkinlah kiranya Gajayana diidentifikasikan dengan Ki-yen. Bahkan mungkin harus disimpulkan bahwa kerajaan Kanjuruhan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kerajaan Ho-ling atau Mataram di Jawa Tengah. Apabila yang dimaksud dengan arca Agastya dari kayu cendana yang telah dibuat oleh nenek moyang raja Gajayana itu tidak lain dari sebuah patung pemujaan nenek moyang yang biasa dibuat oleh kesatuan masyarakat yang belum menganut agama Hindu / Buddha, jadi semacam mulabera, yang kemudian, setelah kelompok itu menganut kebudayaan India dan berkembang menjadi suatu kerajaan, ditingkatkan menjadi semacam patung dewaraja. [[3]] Kalau demikian halnya, Dewasingha dan Gajayana itu ialah keturunan kepala daerah yang menguasai Kejuron dan sekitarnya, yang telah mengangkat dirinya menjadi raja dalam gaya India, lengkap dengan upacara pentahbisannya. Kerajaan Kanjuruhan itu tidak lama berkembangnya. Mungkin kemudian kerajaan itu ditaklukkan oleh Mataram, dan penguasa – penguasanya dianggap sebagai raja bawahan dengan gelar Rakryan Kanuruhan. Gelar ini mulai muncul didalam prasasti raja Watukura Dyah Balitung, dan kedudukannya menjadi amat penting dalam zaman Dharmawangsa Airlangga dan zaman Kadiri. [[4]] Mungkin sekali memang Rakai[1] Prasasti Dinoyo itu ditemukan terputus menjadi tiga bagian. Bagian yang tengah ditemukan di desa Dinoyo, sedang bagian atas dan bagian bawah ditemukan di Desa Merjosari, kira – kira 2 Km disebelah barat Dinoyo. Mengingat kasus di Gunung Wukir dan prasasti Canggal, mungkin sekali prasasti Dinoyo ini asalnya justru dari Merjosari, yang memang ternyata menghasilkan sisa – sisa bangunan. De Casparis menduga bahwa batu prasasti itu berasal dari Desa Kejuron, pendapat ini mungkin kurang dapat diterima karena Kejuron mungkin justru merupakan pusat kerajaan, sedang prasasti itu tentulah tidak didirikan di pusat kerajaan, tetapi didekat candinya. [2] L-C. Damais, :Bibliographie Indonesienne, II”, BEFEO, tome XLVIII, 1957, hlm. 645 – 647. Yen memang dapat merupakan transkripsi yana, tetapi ki tidak mungkin sama dengan gaja. Huruf yang berbunyi ki itu, selain merupakan transkripsi dari ka juga dapat menggantikan kata Sri, untuk gaja biasa dipakai bunyi ngo-yo. [3] Hermann Kulke, The Devaraja Cult, hlm. 26. Kesimpulan ini dihasilkan dalam pembicaraan pribadi antara Hermann Kulke dan Boechari di Borobudur pada tanggal 9 Juli 1979. [4] J.G. de Casparis, “Nogmaals de Sanskrit – inscriptie op de steen van Dinojo,”TKNAG, LXXXI, 1941, hlm. 499 – 513. Sebetulnya rakryan kanuruhan sudah muncul dalam prasasti Kancana tahun 782 Saka (860 M), jadi dalam masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Akan tetapi, prasasti ini adalah prasasti tinulad, yang ditulis kembali pada zaman Majapahit. Nama kanuruhan juga terdapat diantara tulisan – tulisan singkat pada candi – candi perwara percandian Loro Jonggrang yang diperkirakan candi induknya ditahbiskan pada tahun 856 M. Percandian ini ternyata belum selesai seluruhnya, sehingga nama kanuruhan dapat saja tertera disitu pada masa pemerintahan Rakai Watukura. |