| Makalah Pengombyong (#06) |
|
Reaktualisasi Ungkapan Tradisional Jawa Sebagai Sumber Kearifan Lokal Dalam Masyarakat untuk Penguat Kepribadian Bangsa I. Pendahuluan
1. peribahasa mengenai binatang, 2. peribahasa mengenai tanam-tanaman, 3. peribahasa mengenai manusia, 4. peribahasa mengenai anggota kerabat, 5. peribahasa mengenai fungsi anggota tubuh.
Di era masyarakat yang sudah mengglobal ini maka pandangan masyarakat mulai bergeser pada yang bersifat internasional. Semua yang mengandung kelokalan tidak banyak peminatnya. Kedudukan bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia juga mengalami kemunduran. Hal itu berakibat pada berkurangnya minat, sedikitnya perkembangan sastra Jawa dan budaya yang semakin menipis. Sebagai sebuah harta kultural maka bahasa yang mengandung ungkapan tradisional harus dilestarikan dan dikembangkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reaktualisasi makna yang disesuaikan dengan konteks keIndonesiaan masa kini. Adanya upaya tersebut diharapkan masyarakat tahu wujud-wujud ungkapan tradisional, dan mengetahui maknanya. Disamping itu, perlu penanaman kembali nilai-nilai budaya dan pengembangan yang simultan.
1. Blaba wuda 2. Mbidhung api rowang 3. Cedhak celeng boloten
Orang Jawa mengajarkan bahwa hati-hati dan waspada dalam kehidupan membuat masyarakat mempertimbangkan semua yang akan dilakukan agar tidak meleset dari sasaran, tidak menyakiti orang, menimbulkan kenyamanan. Oleh karena itu, maka pemimpin yang melakukan kepemimpinannya dengan penuh perhitungan matang pasti juga akan menimbulkan kebaikan. Dapat disebutkan bahwa kehati-hatian dan kewaspadaan menjadikan bangsa lebih beradab.
a. Sabaya pati, sabaya mukti b. Rumangsa melu handarbeni, rumangsa wajib hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani. c. Negara mawa tata, desa mawa cara d. Mangan ora mangan kumpul
2) Patriotisme konstruktif
a. Sadumuk bathuk, sanyari bumi, den lakoni tekan pati, pecahing dhadha wutahing ludira b. Rawe-rawe rantas malang-malang putung
IV. Kerakyatan yang Dipimpim oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
a. Aja nggege mangsa b. Memayu hayuning bawana
2. Gotong royong
a. Sayuk rukun saiyeg saeka praya b. Gugur gunung
Ungkapan tradisional tersebut kadang-kadang dipakai untuk kerja bakti memperbaiki fasilitas desa. Masyarakat Jawa mengajarkan konsep kegotong royongan untuk mengerjakan fasilitas milik masyarakat sendiri.
a. Maju tanpa bala b. Raja gung binathara
Kesimpulan
a. agama tiang kehidupan, b. Allah tempat memohon, c. Keimanan pada Allah, d. Manunggaling kawula gusti direaktualisasi dalam Sila I Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nilai ungkapan tradisional
a. realistis menghadapi kehidupan, b. introspeksi diri, c. tanggung jawab, d. hati-hati direaktualisasi dalam Sila ke II yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Nilai ungkapan tradisional
a. nasionalisme, b. patriotism konstruktif dimasukkan dalam Sila ke III yaitu Persatuan Indonesia.
Nilai ungkapan tradisional
a. tertib religi, sosial, dan kosmos, b. gotong royong direaktualisasikan dalam Sila ke IV, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Nilai ungkapan tradisional Pemimpin yang adil dan bijaksana dimasukkan dalam Sila ke V yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. |















