Ki-demang.com : Relief Karmawibhangga

Kaca Ngajeng Relief

ikon-kaca-ngajeng

karmawibhanggaRelief-01---05Relief-06---10Relief-11---15Relief-16---20Relief-21---25Relief-26---30Relief-31---35Relief-36---40Relief-41---45Relief-46---50Relief-51---55Relief-56---60Relief-61---65Relief-66---70Relief-71---75Relief-76---80Relief-81---85Relief-86---90Relief-91---95Relief-96---100Relief-101---105Relief-106---110Relief-111---115Relief-116---120Relief-121---125Relief-126---130Relief-131---135Relief-136---140Relief-141---145Relief-146---150Relief-151---155Relief-156---160


 relief-jataka
Relief-01---05
Relief-06---10
Relief-11---15
Relief-16---20
Relief-21--25
Relief-26--30
Relief-31--35
Relief-36---40
Relief-41---45
Relief-46---50
Relief-51---55
 

    Jumlah Pengunjung

0198081
  Hari ini     :  Hari ini :9
  Kemarin     :  Kemarin :13
  Minggu ini   :  Minggu ini :22
  Bulan ini   :  Bulan ini :345
  s/d hari ini   :  s/d hari ini :198081
Pengunjung Online : 4

Kontak Admin.

email-kidemang

Sutra Karmawibhangga - Candi Borobudur
RELIEF CANDI BOROBUDUR

A. KARMAVIBHANGA

Relief Karmawibhangga secara tidak sengaja ditemukan oleh Yzerman pada tahun 1885. Pada tahun 1890 batu-batu batur kaki candi yang menutupi kaki candi yang asli secara bertahap dibongkar, dengan maksud untuk pendokumentasian relief-relief Karmawibhangga yang berjumlah 160 panel.

kassian-chepasBaru pada tahun 1891 Kasijan Cephas, seorang ahli foto bangsa Indonesia, diserahi tugas untuk mengabadikan relief - relief Karmawibhangga.

 

Tentang Kassiyan Cephas dapat dilihat dengan klik Photo atau klik disini.

 

 

 

 

 

Relief Karmawibhangga terdapat pada teras Kamadhatu atau lingkup nafsu yang semuanya ditutup oleh batur kaki candi yang sekarang, kecuali pada bagian sudut tenggara, masih ditampakkan beberapa panel sebagai bukti adanya relief Karmawibhangga.
Karmawibhangga merupakan teks Buddhis yang menggambarkan berlakunya hukum sebab akibat (karma) serta perbuatan - perbuatan yang baik dan buruk.
Relief karmawibhangga panel 1 sampai 117 menggambarkan tingkah laku yang menyimpang dan mengarah ke satu tujuan.
Relief Karmawibhangga panel 118 sampai 160 mengambarkan berbagai akibat dari suatu perbuatan.
Menurut ajaran Buddha, segala tindakan dan akibat yang menimpa ditentukan oleh karma. Karma menentukan nasib keadaan manusia saat ini, peristiwa - peristiwa yang terjadi, yang secara keseluruhan merupakan rangkaian perbuatan manusia sendiri dan lingkungan hidup sebelumnya.

 

B. LALITA VISTARA

Lalitavistara adalah teks berbahasa Sansekerta yang menceritakan kehidapan sang Buddha. Lalitavistara berarti kisah sandiwara, karena hidup Buddha di dunia dianggap sebagai sandiwara, yang dilakukan oleh Buddha yang agung, dialami dan sungguh - sungguh terjadi.
Kehidupan sang Buddha di dunia diawali dengan kelahirannya sebagai Pangeran Siddharta, di hutan Lumbini dekat Kapilawastu, di daerah Nepal sekarang.
Sesudah melahirkan Pangeran Sidharta, tidak lama kemudian ibunya, yang bernama Maya, meninggal dunia. Sebelum kelahirannya ada yang meramalkan kepada ayahnya, yaitu Raja Suddhodana, bahwa putranya kelak akan menjadi seorang penguasa alam semesta atau seorang Buddha.
Karena ayahnya menghendaki anaknya menggantikan dirinya, maka ia berusaha mencegah anaknya berhubungan dengan dunia luar supaya tidak mengenal penderitaan di dunia, karena hal ini dapat mempengaruhi kehidupannya di kemudian hari.
Meskipun sudah dicegah untuk berhubungan dengan dunia luar, Siddharta sempat tiga kali bertemu dengan kesengsaraan dunia dalam bentuk kesakitan, usia lanjut dan kematian.
Setelah pertemuannya yang keempat dengan seorang biarawan yang dikaguminya, ia memilih jalan menuju pembebasan akhir dari segala derita. Kemudan Siddharta menjalani hidup bertapa dengan sungguh - sungguh, namun tidak memperolah hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu ia, ia menyimpulkan bahwa bertapa bukanlah jalan menuju kesempurnaan, dan ini hanya dapat dicapai melalui tafakur mistik.
Ketika Siddharta sedang bersemedi di bawah pohon ara suci (pohon boddhi), ia diganggu oleh Mara si Jahat dengan berbagai cara untuk membatalkan niatnya. Gangguan, ancaman dan rayuan Mara beserta putri-purinya tidak dihiraukan sedikitpun, maka dilanjutkan semedinya sampai mencapi empat tingkat tafakur. Dalam tafakurnya Siddharta melihat seluruh alam semesta sebagai suatu sistem hukum, yang terdiri atas makhluk - makhluk yang giat berupaya, ada yang bahagia, ada yang luhur, ada yang lcik, semuanya terus menerus melalui suatu bentuk eksistensi ke bentuk lain.
Akhirnya Siddharta mencapai kearifan tertinggi yang disebut Boddhi atau Pencerahan. Siddharta telah menjadi Buddha, yang menrima penjelasan, sebelumnya ia memakai nama Boddhisatwa. Setelah sang Buddha memilih lima pengikutnya, mulailah ia menyampaikan khotbah yang pertama di Taman Kijang Sarnath dekat Benares.
Panel relief Lalitavistara pada candi Borobudur berjumlah 120, terletak pada dinding utama lorong pertama deret atas. Dalam panel relief ini mewakili satu versi teks Buddhis, Lalitavistara, yang mengisahkan hidup Buddha di dunia.
Adegannya diawali sejak Buddha di surga memutuskan untuk turun ke dunia dan berinkarnasi sebagai manusia biasa sampai ketika ia menyampaikan khotbah pertamanya.

 

C. JATAKA AVADANA

Deretan relief di bagian bawah dinding utama lorong pertama berjumlah 120 panel, di bagian atas balustrade (pagar langkan) teras pertama berjumlah 372 panel relief, dan bagian bawah balustrade berjumlah 128 panel.
Jataka adalah cerita tentang sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta.
Isinya yang pokok adalah penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Boddhisatwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnyalah, pengumpulan jasa adalah syarat mutlak sebagai tahap persiapan dalam usaha menuju ke tingkat ke buddhaan.
Sesuai dengan kenyataan bahwa sang Boddhisatwa telah mengalami dilahirkan dan dilahirkan kembali sampai beratus-ratus kali, baik sebagai binatang maupun dalam bentuk manusia, maka cerita Jatakapun ratusan jumlahnya yang dibukukan dalam berbagai himpunan.
Himpunan yang paling terkenal adalah Jatakamala atau "Untaian (cerita) Jataka" karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Awadana pada dasarnya sama saja dengan Jataka, hanya saja pelaku utamanya bukan sang Boddhisatwa sendiri melainkan orang lain sama sekali.
Cerita-ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana (yang berarti perbuatan-perbuatan mulia kedewaan) dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana.
Pada relief-relief Candi Borobudur Jataka dan Awadana itu diperlakukan sama. Artinya, kedua - duanya terdapat pada deretan yang sama, tanpa ada tanda - tanda yang membedakan. Pun selang - selingnya dalam satu deretan tidak ada ketentuannya.
Relief-relief deretan bawah pada dinding lorong yang pertama, misalnya, untuk sebagian besar mengambarkan cerita Awadana, sedangkan cerita Jataka yang tampak di pelbagai tempat, dalam deretan itu lebih mirip kepada selingan saja.
Lain halnya dengan relief - relief deretan atas yang terdapat pada langkannya. Di sini hampir semua reliefnya melukiskan cerita Jataka, dan cerita Awadananya hanya menduduki tempat kedua.
Relief cerita deretan bawah pada dinding lorong tingkat pertama diawali dengan penyajian cerita Sudhanakumarawadana, yaitu Perbuatan-perbuatan mulia Pangeran Sudhana. Cerita ini diambil dari himpunan Diwywadana dan dipahatkan pada 20 bidang pigura.
Dalam relief deretan atas yang menghiasi pagar langkan tingkat pertama, 135 pigura yang pertama mengambarkan 34 buah cerita saduran dari Jatakamala.
Pigura - pigura selebihnya yang berjumlah 237 buah menggambarkan cerita - cerita yang diambil dari sumber - sumber lain. Demikian pula halnya dengan relief yang dibawah dan deretan relief yang menghiasi langkan lorong tingkat kedua. Cerita-cerita itu tidak semuanya jataka. Ada pula diantaranya yang merupakan awadana. Selanjutnya sangatlah menarik perhatian bahwa beberapa jataka digambarkan sampai dua kali meskipun tidak dalam deretan yang sama.
Jataka-jataka itu tidak disusun menurut suatu urutan yang teratur, yaitu mulai dari penjelmaan Sang Boddhisatwa sebagai seekor binatang sampai memuncak dalam penjelmaan sebagai dewa di kayangan.

 

D. GANDAWYUHA

Gandawyuha adalah kisah Buddha yang berasal dari India Selatan. Kisah ini diperkirakan muncul pada awal abad Masehi. Penggambarannya dalam 460 buah panel didasarkan atas kitab suci Agama Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha. Gandawyuha merupakan suatu kisah cerita yang mengisahkan seorang pangeran muda yang bernama Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi.
Dalam mencari kearifan tertinggi dibutuhkan bantuan seorang guru, maka mulailah perjalanan ziarah pangeran Sudhana untuk mengunjungi lima puluh tiga orang terkemuka, sesuai perintah yang diberikan Boddhisatwa Manjusri.
Pangeran Sudhana adalah anak seorang pedagang kaya raya, baru kita jumpai dalam deretan relief pada panel yang ke-16 dinding lorong yang ke-2.
Panel - panel yang mendahuluinya, sejumlah 15 buah, boleh dikata merupakan pendahuluan dari cerita yang sesungguhnya, dan menggambarkan mukjizat - mukjizat yang dihasilkan oleh samadi Sang Buddha pada kesempatan berkumpulnya seratus murid di Taman Jeta di kota Srawasti.
Tidak kurang dari 30 orang guru yang telah dikunjungi oleh Sudhana. Namun demikian, tidak seorangpun dapat memberi kepuasan kepadanya. Mereka itu masing - masing membatasi diri mereka kepada pengetahuan yang khusus mereka kuasai dari seluruh ajaran Sang Buddha.
Pada awalnya pangeran Sudhana mengunjungi seorang rahib, biarawati, tabib, dewi-dewi dan beberapa orang suci. Dari kunjungannya yang pertama, kedua dan seterusnya diperoleh petuah - petuah, nasihat-nasihat dan wejangan - wejangan yang intinya harus dikirim seorang guru yang benar - benar mumpuni. Pada guru yang terakhir ini, pangeran Sudhana benar - benar mencapai kebenaran yang hakiki.

 

E. BHADRACARI

Cerita Bhadracari dipahatkan pada dinding utama teras keempat, dan merupakan rangkaian kisah tambahan dari kisah Gandawyuha, ada kalanya didapati kisah - kisah yang bebas. Bhadracari merupakan kisah penutup Gandawyuha dengan menampilkan sumpah Sudhana untuk mengikuti Boddhisatwa Samanthabadra. Di dalam sumpahnya ia mengungkapkan keinginannya untuk mengikuti teladan agung Boddhisatwa menjadi pembimbing spiritual bagi orang yang beriman dalam perjalanannya mencapai kearifan tertinggi.


kds penutup

 wangsul-manginggil