| Makalah Komisi - B - (#14) |
|
Pembelajaran Bahasa Jawa Sebagai Wahana ABSTRAK
Siswa sangat pasif, tidak semangat, tidak tertarik, dan mengaggap bahasa Jawa itu sulit. Siswa lebih menitikberatkan pada materi kognitif, kurang pada aspek psykomotor dan afektif. Siswa belum/ tidak mempraktekkan Bahasa Jawa di Sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemahaman siswa terhadap kosa kata Bahasa Jawa sangat minim. Pengetahuan dan penerapan unggah-ungguh sangat sulit dan kaku. Banyak guru yang kurang memahami dan menguasai materi, karena tidak didukung oleh latar pendidikan bahasa Jawa.Teladan dari guru untuk ditiru siswa masih kurang. Fasilitas media maupun alat peraga yang digunakan masih sedikit/kurang. Kurangnya alokasi waktu dengan saratnya materi. Kurangnya perhatian beberapa pihak yang menganggap Bahasa Jawa adalah mata pelajaran yang tidak penting.Pembelajaran belum memberi kontribusi berarti dalam perubahan pola tingkah laku negatif menjadi positif. Pembelajaran Bahasa Jawa belum dikemas dalam skenario yang mencerminkan penanaman pendidikan watak dan pekerti bangsa. (Prof. IE. Sudjarwadi, 2006)
1. ngoko andhap antya basa, 2. ngoko andhap basa antya, 3. madya ngoko, 4. madya krama, 5. kramantara, 6. wredakrama, 7. kramadesa, 8. mudakrama dan 9. kramainggil.
Ragam yang begitu banyak dan rumit akhirnya para pakar Bahasa Jawa menyederhanakan menjadi 4 ragam, yakni : ngoko lugu, ngoko alus, kromo lugu, dan kromo alus (menurut kurikulum Berbahasa Jawa Tahun 2010). Hal ini bertujuan agar mendukung peningkatan ketrampilan berbahasa serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik juga memenuhi azas fungsional komunikatif. Para siswa dituntut untuk bisa menerapkan keempat ragam di atas secara laras dan leres, yakni siswa berbicara dengan siapa,dimana, pada posisi bagaimana, misalnya apa sedang bicara dengan anak kecil, teman sebaya, orang tua, guru, orang yang lebih dihormati, dan lain-lain tentulah menggunakan ragam bahasa yang berbeda-beda. Karena sulitnya penerapan unggah-ungguh berbahasa tersebut menyebabkan siswa enggan, malas, kurang prigel kurang mersudi, durung Jawa/ora Jawa, sementara para guru dan orang tua biasanya menyalahkan, menggerutu, nyacat, kurang mencari jalan keluar, untuk itu dalam makalah ini akan dicoba mencari solusi agar siswa menjadi familiar dengan Bahasa Jawa, tidak lagi takut ataupun ragu-ragu dalam menerapkan unggah-ungguh.
1. mawas diri (tinggi atau rendah, tua atau muda, posisi/peprenahan 2. mawas ragam yang dipilih (ngoko, krama,atau krama inggi)l, , 3. mawas kosakata (jangan sampai keliru ragam krama inggil untuk 4. mawas sikap (gerak tubuh, mimik, ngapurancang atau bahkan
1. pembicara atau orang pertama (utama purusa), 2. lawan bicara atau orang kedua (madyama purusa), 3. orang yang dibicarakan atau orang ketiga (pratama purusa).
Contoh : Orang pertama kepada orang kedua “Panjenengan esuk-esuk kok wis resik-resik ana apa ta?”. Orang kedua menjawab “Apa ora midhanget panjenengan kuwi, menawa Bapak Bupati mengko arep rawuh” (Bapak Bupati itu orang ketiga yang disebut oleh orang kedua adalah orang yang dihormati). Contoh aplikasi di kelas ‘Bu guru kula ngrumiyini kondur” Kalimat ini kelihatannya halus namun menurut unggah-ungguh ini salah ada kata kondur. kata kondur termasuk kosakata krama inggil tidak boleh diterapkan untuk diri sendiri / orang pertama. Siswa dianggap “durung Jawa” atau “Ora Jawa” dapat terlihat pada contoh-contoh kalimat yang sering diucapkan siswa seperti
1. Aku wis mangan, Bapak yo uwis mangan kok. 2. Nuwun sewu kula tindak rumiyin. 3. Malem Minggu Bapak anggone turu nganti wengi. 4. Bapak maca koran karo ngombe kopi. 5. Sadurunge sekolah aku siram dhisik. 6. Simbah tuku oleh-oleh kanggo aku lan adhiku. 7. Mbar, Pak Guru akon nggarap apa? 8. Bu Guru mau omong piye? 9. dst.
di bawah ini : Karena sulitnya penerapan unggah-ungguh tersebut maka guru hendaknya secara terus menerus memprogram pembelajaran Bahasa Jawa yang sesuai dengan prinsip, tujuan, materi, metode penerapan dan penilaian agar pembelajaran Bahasa Jawa menjadi pembelajaran yang tidak ditakuti dan disegani oleh siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa mengambil prinsip-prinsip yang akan diuraikan di bawah ini :
1. Siswa diajak untuk menceritakan pengalaman sehari-hari dengan 2. Menceritakan kembali teks bacaan yang dibaca. Dapat menceritakan 3. Langkah pembelajaran selanjutnya mengajak siswa untuk menjawab
Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempelajari unsur pragmatik, yaitu siapa, suasana, sarana, tempat. Arah dan wujud dari pertanyaan yang harus diperhatikan adalah apa, siapa, berapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. Pembelajaran ini dapat lebih menarik bila dilakukan dengan bermacam model pembelajaran seperti percakapan (pacelathon), pidato (sesorah) atau wawancara, sesuai dengan obyek yang diminati siswa. Semua itu dapat melatih siswa agar dapat menggunakan Bahasa Jawa dengan senang dan benar dengan metode role playing sesuai unggah-ungguh.
1. Simak-ulang ucap digunakan dalam memperkenalkan bunyi-bunyi 2. Simak kerjakan, menerapkan model ucapan guru yang berisi kalimat 3. Simak-Terka, guru memberikan deskripsi suatu benda atau kalimat 4. Menjawab pertanyaan, 5. Parafrase 6. Merangkum 7. Bisik Berantai 8. Identifikasi kata kunci.
3. Bentuk Pengintegrasian Watak Dan Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa
1. Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya 3. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam silabus. 4. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa yang sudah tercantum dalam 6. Memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan
Pembelajaran yang efektif memerlukan kreatifitas Guru. Contoh kreatifitas Guru dalam menerapkan unggah-ungguh yang dapat dikembangkan.
1. Guru menyiapkan/memberi tugas siswa membuat kartu kata
Hal tersebut di atas diterapkan dengan tindakan-tindakan yang diulang terus menerus yang akhirnya menjadi pembiasaan dan dengan tujuan akhir proses internalisasi diri dalam melaksanakan unggah-ungguh menjadi kepribadian yang melekat pada diri siswa.
1. Membantu siswa bersosialisasi dengan temannya. Hal ini terbukti pandai dan anak yang kurang pandaipun sudah tidak takut lagi untuk
2. Ditinjau dari sudut ekonomi 3. Ditinjau dari sudut lingkungan
a. Kebiasaan yang baik disekolah terbawa oleh anak didik dalam b. Hubungan antara pihak sekolah dengan orang tua/ wali murid juga
Contoh Perencanaan Pengembangan unggah-ungguh yang Dapat Diprogram Guru
1. Kegiatan Rutin di Sekolah, meliputi : 2. Kegiatan Spontan, berupa: (a) kegiatan mencatat dan menegur teman yang kurang pas atau keliru atau salah dalam menerapkan unggah-ungguh dan memberi solusinya, (b) memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) tingkah laku, tindak tanduk, tata krama yang sudah sesuai dengan unggah-ungguh. 3. Teladan Modelling atau Exemplary yaitu dengan mensosialisasikan dan mengimplementasikan unggah-ungguh yang benar dengan model/teladan dari para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah maupun dari siswa yang lebih besar kepada adik kelasnya. 4. Pengkondisian Sekolah mengkondisikan kehidupan sekolah yang mencerminkan unggah- ungguh yang baik dan benar dalam semua situasi dan kondisi.
◊ “Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning ◊ “Ciri-ciri orang luhur ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus,
♦ Ahmadi, H. abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Rineka ♦ Eko Budiharjo. 2003, Improvisasi / Inovasi Pembelajaran Menuju ♦ Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga ♦ Durkhrim, Emile. 1990, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan ♦ Gubernur Jawa Tengah, 2005. SK Nomor : 895.5/01/2005 ♦ Juwita, Kenny, I, Gustu Nyoman Sanjaya, Enda E Ginting. 1997. ♦ Sudjarwadi, I.E. Prof. 2006. Makalah. Strategi Pembelajaran Bahasa ♦ Sumarlam, 2011. Potret Pemakaian Bahasa Jawa Dewasa ini serta ♦ Kadijo, 2003. Penyajian Bahan Ajar Bahasa Jawa pada Buku ♦ Paul Suparno. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu ♦ Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010, Pengembangan
|














