Makalah Pengombyong - (#22) |
Bahasa dan Budaya Jawa Seloguding-an Pendahuluan Para ahli bahasa memperkirakan bahwa di Indonsia terdapat 550 dan 700 bahasa dan ratusan bahkan ribuan dialek yang persebarannya tidak merata. Semakin ketimur semakin banyak bahasa namun semakin sedikit penuturnya. Sementara di bagian barat terutama di pulau jawa repertoar bahasa cenderung lebih sedikit namun penuturnya paling banyak. Dengan hitungan angka-angka terdapat ada tiga bahasa besar dengan jumlah penutur di atas 8 juta. Bahasa Jawa (75), sunda (27), madura (9). (lihat Sneddon, 2003 dalam Muliono, 2010:2-3). Jika melihat senarai bahasa di atas bahasa Jawa memiliki tingkat penutur terbanyak dari sekian penutur bahasa yang ada. Orang Jawa atau penutur bahasa Jawa memiliki ruang gerak yang tinggi sehingga bahasa Jawa menjadi lebih merata dalam persebarannya di Indonesia. Sebagai sebuah bahasa yang memiliki banyak penutur bahasa Jawa memiliki banyak ragam atau bentuk dialek sebagai akibat dari proses ruang dan waktu. Sebagaimana bahasa Selogudig-an selanjutnya disingkat BS yang terdapat di kabupaten Probolinggo. Dari aspek linguistik BS merupakan dialek dari bahasa Jawa. Penggunaan istilah Bahasa Selogudig-an dalam makalah ini bersandar pada keumuman orang di luar masyarakat tutur Selogudig yang menyebut bahasa Jawa yang digunakan olek Kelompok Selogudig (KS) tersebut sebagai Bahasa Selogudig-an karena bertempat di desa Selogudig dan penuturnya disebut Wong Selogudig. Selogudig sendiri merupakan sebuah desa kecil yang terletak sekitar 5 kilometer ke arah selatan dari jalur utara poros Anyer-Panarukan. Dari cerita tutur masyarakat Selogudig nama Selogudig berasal dari kata selo (Jw) ’batu’ dan gudig (Jw) ‘kudis’ artinya batu yang berkudis (Sejarah Selogudig , 1981). Desa Selogudig secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Menelisik kesejarahan Selogudig diduga bahwa orang-orang yang tinggal di desa Selogudig dulunya merupakan penduduk asli Probolinggo sejak Probolinggo masih bernama Banger. Di lihat dari aspek kebahasaan BS masuk dalam kelompok bahasa Jawa dialek Selogudig-an sub-Dialek Bahasa Jawa Dialek Pesisir Timur. Sebagai bahasa jawa sub- dialek pesisir timur BS memiliki berbagai kemiripan dengan bahasa jawa dialek pesisiran lainnya dan terutama dengan bahasa Jawa Dialek Jember, Lumajang, Pasuruan. Kemiripan-kemiripan tersebut karena adanya latar sejarah yang sama pada masa lalu yaitu sama-sama dipengaruhi oleh migrasi atau pendatang dari Madura yang berbahasa Madura. Persamaan bahasa Jawa dialek Jember dengan BS dapat dilihat dari berbagai tataran kebahasaan dan sebagian besar pada tataran leksikal yang sama-sama dipengaruhi oleh unsur serapan dari bahasa Madura (BM) yang sangat dominan namun demikian jika diamati secara seksama BS memiliki ciri-ciri lain yang lebih khsusus yang tidak ditemukan pada Bahasa Jawa dialek Jember maupun pada bahasa Jawa dialek pesisiran lainnya. Dalam perbandingannya dengan bahasa Jawa standar BS memiliki perbedaan fitur-fitur linguistik yang khas yang kesemuanya dapat dilihat pada berbagai tataran kebahasaannya seperti pada tataran fonologi, leksikal, morfologi, semantik maupun pada aspek sintaksis. Dalam KS penggunaan bahasa Jawa dan budaya Jawa yang hingga ini masih tetap digunakan walaupun tergerus oleh bahasa dan budaya Madura yang Dominan. Sementara di desa-desa di luar selogudig umumnya berbabahasa Madura. Memang Selogudig bukanlah satu-satunya wilayah yang berbahasa Jawa yang ada di kabupaten Probolinggo selain wilayah Tengger yang dikenal berbahasa Jawa Tengger di wilayah lain juga terdapat kelompok masyarakat tutur bahasa Jawa yang berada di wilayah selatan di wilayah utara gunung Semeru terdapat beberapa perkampungan yang menggunakan bahasa Jawa yang dalam beberapa laporan dikatakan memiliki kemiripan dengan BS namun sejauh ini belum ditindaklanjuti. Kenyataan yang dilihat pada hari ini adalah bahasa dan budaya sebagian besar masyarakat Probolinggo adalah Madura sebagaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa situasi itu terjadi karena adanya migrasi secara sporadis dari pulau Madura ke wilayah-wilayah Pesisir Timur Pulau Jawa bukan hanya pada tataran kebahasan namun juga pada tataran kuantitas penduduknya yang tidak seimbang antara pendatang Madura dengan penduduk asli. Ketidak seimbangan jumlah pendatang dan penduduk asli Probolinggo dapat diduga kemudian adanaya tersisihnya bahasa dan budaya Asli yaitu Jawa di kabupaten Probolinggo. Dalam laporan tentang perbandingan antara pendatang Madura dengan penduduk asli Probolinggo pada tahun 1845 memperlihatkan bahwa terdapat 18.450 penduduk asli Probolinggo dan 56.317 pendatang Madura (Tjiptoatmodjo.1983:317) . Terdapat selisih yang cukup jauh antara penduduk asli yang hanya separuh dari jumlah pendatang Madura. Dengan adanya jumlah pendatang Madura yang cukup signifikan, kini kehidupan masyarakat asli Probolinggo memperlihatkan budaya campur-campur, bahkan cenderung memperlihatkan budaya Madura saja terkecuali Tengger dan Selogudig. Berikut ini adalah merupakan cacatan perbandingan jumlah antara pendatang Madura dan penduduk asli Probolinggo yaitu Jawa yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1847. Penduduk Asli dan Madura Di Afdeling Kraksaan Pada Tahun 1845
|