| Kumpulan Makalah |
| SANG HYANG WATU TÊAS DAN SANG HYANG KULUMPANG : |
|
Perlengkapan Ritual Upacara Penetapan Sima Pada Masa Kerajaan Mataram Kuna Oleh : Timbul Haryono |
|
Pengantar
Prasasti tentang penetapan Sima pada umumnya diawali dengan manggala yaitu seruan kepada dewa, yang dilanjutkan dengan penyebutan unsur – unsur penanggalan yang memuat keterangan tentang kapan prasasti dikeluarkan, keterangan tentang nama raja atau pejabat yang mengeluarkan prasasti, dilanjutkan dengan nama – nama pejabat yang menerima perintah.
Penetapan Sîma.
Prasasti Poh tahun 827 Saka, menyebutkan (Sutterheim, 1940 : 4 – 7)
Ada beberapa alasan pertimbangan mengapa suatu daerah dijadikan Sima.
Tanah Sima juga diberikan kepada sesorang untuk keperluan pemeliharaan bangunan suci keagamaan.
Tanah Sima juga dapat diberikan kepada seseorang atau mereka yang berjasa kepada raja.
Adanya bermacam – macam pertimbangan pemberian tanah sima dan bermacam – macam orang yang menerima anugerah tersebut menyebabkan ada bermacam – macam sebutan nama Sima. (Darmosutopo 1997 : 138 – 145) telah mengklarifikasikan sebutan uantuk tanah Sima sebagai berikut :
Upacara Penetapan Sima.
Beberapa prasasti ada yang menjelaskam atau menguraikam jalannya upacara secara lengkap. Urutan jalannya upacara yang diuraikan tiap prasasti tidak sama, namum berdasarkan Prasasti Sangguran dapat dijelaskan sebagai berikut (Haryono, 1980) :
Pemberian Pasêk – pasêk.
Salah satu unsur upacara yang disebutkan adalah pemberian pasêk – pasêk kepada mereka yang hadir didalam upacara sebagai saksi.
Pemberian yang berupa barang, antara lain, berbentuk kain bêbêd (wddihan, kain, salimut), cincin (simsim). Jumlah dan kualitas barang yang dibagikan didasarkan atas urutan kepangkatan dan tinggi rendahnya kedudukan mereka.
Barangkali macam – macam istilah tersebut menunjukkan pola atau motif hias yang berbeda – beda. Satuan ukuran untuk jenis kain tersebut adalah "Yugala" (didalam prasasti disingkat "yu"), hlei (lembar), atau wlah untuk jenis kain biasa.
Tampaknya pemilihan jenis kain tergantung kepada siapa kain tersebut diberikan. Sebagai contoh dapat dikutipkan, didalam Prasasti Sangsang – 829 Saka :
Persembahan kepada Sri Naharaja berupa kain wdihan pilih magóng ukuran 1 yugala dan wdihan jagâ 1 yugala.
Dalam prasasti yang lain, yaitu prasasti Poh – 827 Saka disebutkan bahwa :
Pasêk – pasêk berupa emas diberikan dalam jumlah yang berbeda menurut tinggi – rendahnya jabatan. atuan untuk berat emas dinyatakan dengan "Mâsa" (disingkat dengan "ma"). Suwarna (disingkat "su"). kâti (disingkat "kâ"); sedangkan satuan untuk perak dinyatakan dengan kâti, dhârana, mâsa, kupang dan disingkat menjadi "kâ, dhâ, mâ, dan ku).
Para peneliti berbeda beda dalam mengonversi satuan berat emas. Menurut Stutterheim
Pasak – pasak berwujud binatang dijelaskan dalam prasasti Poh – 827 Saka, sebagai berikut :
Dengan memperhatikan dan menghitung jumlah pasêk – pasêk yang diberikan diperoleh gambaran tentang berapa kira – kira jumlah biaya yang dikeluarkan.
Keadaan seperti tersebut menggambarkan bahwa kondisi ekonomi pada masa itu cukup kuat baik aspek pertanian dan peternakan.
Perlengkapan Ritual Upacara Penetapan Sima.
Upacara Sima adalah upacara ritual. Oleh karena itu, dalam proses pelaksanaannya diperlukan alat – alat perlengkapan ritual dan barang – barang untuk sesajian,
Semua yang hadir dalam upacara dipimpin oleh sang pendeta (sang mukudur) duduk mengelilingi obyek utama tersebut (kapua malungguh kumilingi sang hyang watu sima muang kulumpang ri sor ni witana i natar" – "semua duduk mengelilingi sang hyang watu Sima dan Kulumpang dibawah witana dihalaman). Bahkan, cara duduk diatur sedemikian rupa dengan berkelompok.
Inti upacara yang sakral ditandai dengan pembacaan mantra, pengucapan sumpah – kutuk kepada mereka yang dikemudian hari melanggar ketetapan Sima, penaburan abu, penyembelihan ayam yang dilandaskan pada sang hyang kulumpang, dan diakhiri dengan membantingkan telur ayam pada sang hyang watu Sima : "... manéték gulú ni hayam linandasakan ing susu(k) kulumpang, mamantingakan hantlú i sang hyang watu Sima...".
Sumpah - kutuk (sapatha – Jawa : sepata) oleh Sang makudur diucapkan dengan jelas agar didengarkan oleh para hadirin, bahwa terhadap siapa saja yang dikemudian hari mengganggu (mengusik – usik) keberadaan tanah Sima akan mendapat petaka dan kesengsaraan yang mengerikan sepanjang masa (disebut dengan istilah Panca Mahâpâtaka) seperti : dibelah kepalanya, disobek perutnya, disobek ususnya, dikeluarkan isi perutnya, dimakan hatinya, dagingnya, diminum darahnya oleh para mahluk halus) :
Kutukan menurut prasasti Waharu IV, adalah :
Perlengkapan Sesajian.
Perlengkapan ritual lainnya adalah berbagai macam sesajian. Kelengkapan sesaji yang disediakan adalah :
Sesaji untuk sang hyang kulumpang disebutkan sebagai berikut :
Pada prasasti lain sesaji berujud ayam itetapkan ayam jantan yang berbulu hitam (jago ireng mulus – hayam lanang hirêng).
Jika dicermati, ternyata barang – barang untuk keperluan sesajian tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
Sumber : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=2882&val=297
|






























