Mdang i Bhumi Mataram

beranda

ikon-buku-tamu

kerajaan-mataram-kuno

kumpulan-makalah

kumpulan-artikel

candi-yogyakarta
prambanan
   01 Kabupaten Sleman - 77
   02 Kabupaten Bantul - 7
   03 Kabupaten Gunung Kidul - 6
   04 Kabupaten Kulon Progo - 5
   05 Kota Madya Yogyakarta - 1

candi-jawa-tengah
borobudur
   01 Kabupaten Klaten - 13
   02 Kabupaten Magelang - 79
   03 Kabupaten Boyolali - 10
   04 Kabupaten Temanggung - 23
   05 Kabupaten Semarang - 14
   06 Kabupaten Banyumas - 8
   07 Kabupaten Wonosobo - 5
   08 Kotamadya Semarang - 5
   09 Kabupaten Kendal - 7
   10 Kabupaten Banjarnegara - 6
   11 Kabupaten Batang - 4
   12 Kabupaten Pemalang - 2
   13 Kabupaten Tegal - 2
   14 Kabupaten Brebes - 2
   15 Kabupaten Purwodadi - 1
   16 Kabupaten Kudus - 1
   17 Kabupaten Purworejo - 2
   18 Kabupaten Purbalingga - 1
   19 Kabupaten Kebumen - 2

 relief-borobudur
relief-O-01
01 Relief Karmawibhangga
02-Caca-Jataka-1
02 Relief Jataka

prasasti
ikon-prasasti

video
00-mataram-kuno-1
Aneka Video Medang

jumlah-pengunjung
368216
  Hari ini     :  Hari ini :354
  Kemarin     :  Kemarin :156
  Minggu ini   :  Minggu ini :506
  Bulan ini   :  Bulan ini :4205
  s/d hari ini   :  s/d hari ini :368216
Jumlah Kunjungan Tertinggi
28.10.2025 : 1113
Pengunjung Online : 74

kontak-admin
email-kidemang

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno - Halaman 09 / 25

M itu tidak ada satu sumber-pun yang memberitakan adanya serangan. Apa yang kira – kira terjadi antara tahun itu adalah pergantian pemerintahan Sanjaya ke Rakai Panangkaran.
kalau Sangkhara itu dapat diidentifikasikan dengan Rakai Panangkaran – sehingga nama lengkap raja ini ialah Rakai Panangkaran Dyah Sangkhara Sri Sanggramadhananjaya – maka pergantian itu disertai pula dengan perubahan agama yang dianut oleh raja; dan ini mungkin dapat menimbulkan pergolakan. [[1]] Mungkin masih ada anggota keluarga raja yang lain yang masih taat kepada agama leluhurnya, yaitu agama Siwa, dengan mungkin masih mempertahankan guru mereka. Mungkin juga Bhanu di dalam prasasti Hampran itu salah seorang anggota wangsa Sailendra yang diserahi sebagai penguasa daerah, yang masih tetap menganut agama Siwa.

     Apakah Rakai Panangkaran yang memindahkan pusat kerajaannya lebih ke timur dari daerah Kedu, yaitu lembah di lereng gunung Merapi?
Kesulitannya ialah bahwa pertama – tama harus tahu dahulu letak She-p’o-tch’eng (Yawapura), pusat kerajaan Rakai Watukura Dyah Balitung. Apakah di daerah Kedu, ataukah di daerah sekitar Prambanan, ataukah di daerah Purwodadi – Grobogan (?), yang terang sudah tidak lagi di daerah Pekalongan / Banyumas. Andaikata dapat ditunjukkan bahwa Rakai Watukura berpusat kerajaan di daerah Kedu mengingat gelar rakainya yang menunjukkan bahwa ia mempunyai daerah lungguh di daerah Kedu Selatan, [[2]] – mungkin sekali Rakai Panangkaran telah memindahkan pusat kerajaannya ke sekitar Prambanan, atau di daerah Purwodadi – Grobogan. Seperti yang akan dikemukakan dalam uraian selanjutnya, Rakai Panangkaran telah membangun pelbagai candi, antaranya candi Sewu yang mestinya berfungsi sebagai candi kerajaan, khusus untuk pemujaan dewa tertinggi, yaitu manjusri, dan candi Kalasan. [[3]]

     Dengan uraian tersebut seolah – olah Ki-yen sudah diidentifikasikan dengan Rakai Panangkaran. Seperti telah ditunjukkan oleh L-C Damais mungkin sekali Ki-yen itu tidak lengkap, mestinya Lo-ki-li-yen, yang merupakan transkripsi dari gelar Rakarayan, atau lo-ki-yen yang merupakan transkripsi dari Rakryan. [[4]] jadi, Ki-yen bukan nama, melainkan hanya gelar; maka dapat diidentifikasikan dengan siapa saja yang bergelar Rakarayan. Mengenai lokasi P’o-li-chia-sse memang belum dapat didapat penyelesaian yang memuaskan. yang dapat dikatakan disini barulah bahwa p’o-lu itu dapat merupakan transkripsi dari waru. Nama tempat Waru atau yang mengandung unsur Waru memang banyak sekali, baik di Jawa Tengah maupun di

[1] Kitab Carita Parahyangan memberi keterangan bahwa Rahiyang Sanjaya telah menyuruh anaknya, Rahiyangta Panaraban, untuk tidak menganut agama yang dianutnya. ini juga membayangkan adanya pergantian agama. Keterangan Poerbatjaraka yang mengatakan bahwa Rakai Panangkaran itu berganti agama setelah ayahnya Sanjaya menempatkannya di Sriwijaya, (Riwayat Indonesia, I, 1952) tidak perlu rasanya dibahas disini.

[2] R. Ng. Poerbatjaraka, Ënkele oude plaatsnamen besproken”. TBG, LXXII, 1932, hlm. 514 – 529, terutama hlm. 515, yang menyebutkan bahwa Desa Watukura masih ada hingga sekarang, di Kecamatan Bubutan, Kabupaten Purworejo, disebelah barat Kali Bogowonto, dekat pantai selatan.

[3] Mungkin candi Plaosan Lor dan candi Borobudur juga dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, sebagai candi – candi kerajaan yang berlandaskan agama Buddha Mahayana.

[4] L-C. Damais, “Bibliographie Indonesienne, II”, BEFEO, tome XLVII, 1957, hlm. 646 – 647. Juga “”Etudes Sino-Indonesiennes, i, Quelques titres javanais de lépoque des Song”, BEFEO, I, 1960, hlm. 1 – 29, EEI; BEFEO, XLIX, 1958, hlm. 10 -12.

 

 penutup

  • < 08 Kerajaan Mataram Kuno - Halaman 08
  • 10 Kerajaan Mataram Kuno - Halaman 10 >