Langen Mondro Wanoro adalah suatu jenis kesenian tradisional yang menyerupai wayang orang, akan tetapi berbeda dalam dialog dan tariannya. Ceritera yang dipentaskan bersumber pada kitab Ramayana dan satu pertunjukan hanya mengambil bagian-bagian tertentu saja dari kitab tersebut, misalnya Rahwono Gugur, Anggodo Duto dan sebagainya. Kesenian ini biasanya diadakan untuk keperluan upacara - upacara perkawinan, memperingati hari besar, dan lain-lain, yang sekarang sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam bentuk penyajiannya. Untuk sebuah pementasan Langen Mondro Wanoro dibutuhkan pendukung sebanyak ± 45 orang yang terdiri dari pria dan wanita, yaitu 30 orang sebagai pemain, 13 orang sebagai penabuh gamelan, satu orang sebagai waranggana dan satu orang sebagai dalang. Fungsi dalang dalam pertunjukan ini sama dengan fungsi dalang dalam wayang orang, yaitu sebagai pengatur laku dan membantu aktor dalam penyampaian ceritera dengan melakukan monolog atau suluk. Kostum dan make up yang dipakai juga mengikuti patron wayang kulit. Dalam menyampaikan ceritera para pemain menggunakan dialog yang dilakukan dengan nembang (menyanyi) sedangkan aktivitasnya di panggung diwujudkan melalui tarian yang dilakukan dengan jengkeng (berdiri di atas lutut). Pertunjukan Langen Mondro Wanoro ini menggunakan konsep pentas yang berbentuk arena dan biasanya dilakukan di pendopo. Sebagai alat penerangan kini sudah dipergunakan petromak. Alat musik yang dipakai adalah gamelan Jawa lengkap yaitu pelog dan slendro, atau slendro saja. Pertunjukan dilakukan pada waktu malam hari selama ± 7 jam sebelum permainan dimulai biasanya didahului oleh pra-tontonan yang berupa tetabuhan atau tari-tarian.