Makalah Komisi - C - (#31) |
Dongeng saka Pesisir:
1. Kelahiran dan masa pembuangan (bayi) Derwis dari istana, 2. Kerinduan pada saudara kembarnya yang hilang, kegundahan atas 3. Atas petunjuk Maulana Mustakim (!), salah seorang Saikh tempat ia 4. Berguru pada sorang pendeta wanita, dan mendapat banyak burung balam, kerbau bule, dan pelanduk. Keempat binatang itu 6. Seperti juga banyak perahu nelayan yang tengah berlayar bersama 8. Merasa dihalangi kawan-kawannya, Derwis pergi meninggalkan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, dongeng tentang Derwis ini juga hidup dalam tradisi naskah, meski tampaknya kurang begitu populer. Paling tidak, sejauh ini ada sebuah naskah penyimpan cerita tentang tokoh Derwis yang bertubuh separuh hitam ini. Naskah yang dimaksud, ditemukan di pedalaman Gresik, meski konon berasal dari Tuban; di rumah seorang Guru Ngaji yang dihormati warga di komunitasnya. Masyarakat menyebutnya sebagai seseorang sesepuh yang sering dianggap sebagai panutan. Nasehat dan “fatwa”-nya banyak ditunggu masyarakat dalam berbagai masalah yang timbul, sehingga sebagian pengagumnya memandangnya sebagai seorang Ulama yang memiliki karamah. Dalam kedudukan itu, ia sering dipanggil dengan sebutan Kyai Guru, meski ia lebih suka dipanggil sebagai seorang Ustad, atau kalau tidak: Kyai Dhusun. Namanya sendiri adalah Muhammad Arif . 1. Kegundahan Derwis ingin mengetahui rahasia kehidupan setelah 2. Berguru tentang ilmu ketuhanan misalnya pada Maulana Mustakim. 3. Pergi ke Gunung Tursina berselisih dengan jin penunggu gunung 4. Bersama Derwis tua, saudara angkat dan kawan sedesa yang berat 5. Berguru ke berbagai tempat didampingi oleh sahabat-sahabat Gajah-kanitra, raksasa-Anras; dan Resi-Langgeng; sebagai 6. Pergi berlayar melalui berbagai lautan, hingga akhirnya ke tanah 8. Menemui saudara kembarnya dan ber-diskusi tentang ilmu 9. Menyatu dengan saudara kembarnya, pingsan, dan kembali menjadi Perjalanan Derwis dalam mencari jatidirinya yang utuh sebagaimana manusia (yang secara potensial sempurna “insan kamil”), adalah perjalanan simbolik seorang sufi ketika berusaha mencapai kesadaran tertinggi, akhsani taqwim; mencapai ma’rifatullah melalui jalan suluk. Pada bagian awal cerita ditekankan bahwa Derwis dapat kembali mencapai kesejatian dirinya dengan berbagai laku tertentu; yang akhirnya akan membawanya pada pengenalannya atas Tuhan Penciptanya. Doktrin terkenal dari Hadith Qudsi man ‘arafa nafsahu, fa qad ‘arafa rabbahu ‘barang siapa mengenal dirinya, dia akan mengenal Tuhannya’ dijadikan landasan awal pengembaraan mistis Derwis. Tiap episode perjalanan Derwis dengan sahabatnya, secara tersirat dan tersurat mengesankan tahap-tahap aktualisasi dan dranmatisasi syariat, thareqat, hakikat, dan ma’rifat. Sementara itu, kisah Sang Arya Sena atau Wrekudara dalam Serat Dewaruci yang garis besarnya diperbandingkan itu, khususnya yang berbentuk tembang macapat, telah berulangkali dicetak dalam huruf Jawa. Pertama dicetak oleh poercetakan Van Dorp pada tahun 1870, lalu tahun 1873, dan 1880 (Poerbatjaraka, 1957). Dalam cetakan dan penerbitannya yang terakhir itu disebutkan bahwa teks berasal dari Mas Ngabei Kramaprawira sendiri, bukan gubahan Yasadipuran sebagaimana dikenal pada umumnya. Serat Dewaruci Yasadipuran, dibuka dengan pemunculan tokoh Arya Sena bermohon diri pada gurunya, Resi Drona, untuk segera berangkat merncari air amreta. Kisah ini, seperti yang dikutip dalam perbandingan terdahulu, yang masih sering dimunculkan dalam kebanyakan pagelaran wayang purwa dengan lakon ini. Dalam dunia mistisme Jawa, model kisah ini piula yang menjadi acuan dalam laku dan berbagai ajaran yang di sampaikan. Kisah perjumpaan Raden Wrekudara dengan sang Dewaruci, dipandang sebagai simbolisasi manusia Jawa dalam mencapai, menghayati, dan mengaktualisasikan ngelmu kasampurnan dalam keterkaitan mereka dengan sang Maha Pencipta. 5. Pembahasan dongeng Derwis ini memang bersifat awal dan belum lagi tuntas. Banyak hal yang belum terungkap, misalnya tentang intertekstualitas teks Derwis, baik dalam tradisi tulis maupun tradisi lisan, dalam struktur secara keseluruhan; kemudian meletakkan ke dalam konteks yang lebih luas. Seperti misalnya bagaimana hubungannya dengan kisah Dewaruci yang sangat terkenal dalam khasanah sufisme (atau mistisisme) Jawa. Bagaimana pengarang menghidupkan uraian tentang martabat tujuh dalam struktur naratif dongeng Derwis, dsb. Dalam upaya penggalian pertalian historik, estetik, etik, dan nilai-nilai ideal yang secara potensial masih sangat bermanfaat bagi hidup keseharian manusia Indonesia, dongeng sungguh sangat bermanfaat. Hal itu dapat dikaitkan dengan pembentukan jatidiri mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan sebagai anak bangsa yang sedang tumbuh. Sehubungan dengan itu, program kajian teks-teks Nusantara sebagaimana dongeng Derwis yang ada di berbagai daerah di Indonesia, sangat relevan dan urgen untuk segera dilaksanakan Sebagaimana dikemukakan terdahulu, sebagai langkah awal, pemerian dongeng Derwis sebagai salah satu ekspresi sastra Nusantara ini dapat bersifat informatif daripada hasil analisis yang tuntas. Pemerian berbagai informasi itu diharap dapat mengantarkan pembahasan ini pada analisis lain yang dilakukan kelak pada tahap berikut program ini. Demikianlah. Surabaya, 21 Oktober 2011 Griya Karangkalumprik. Kepustakaan: ♦ Afifi, Abul’ala, Dr. 1939. The Mystical Pholoshophy of Muhyiddin ♦ Al-Aattar Fariduddin, 1983. Warisan Para Aulia, terjemahan. bahasa ♦ Al-Ghanimi at-Taftazani, Dr. Abul Wafa. Sufi: Dari Zaman ke Zaman, ♦ Dananjaya, James. 1984. Folklore Indonesia: ilmu gosip, dongeng, dan ♦ Daudy, Ahmad . 1979. Syaikh Nuruddin ar-Raniri, Jakarta: Bulan ♦ Drewes. G.W.J. 1969. The Admonitions of She Bari, Javanese Muslim ♦ Forster. 1976. dalam The Aspect of The Novel. New York: Penguin ♦ Johns. Dr. A.H. 1965. The Gift Addressed to The Spirit of The Prophet. ♦ Lukacs. George 1974. dalam The Historical Novel. London: Pelicans ♦ Maatje, 1977, dalam Luxemburg, 1984. Pengantar Teori Sastra, ♦ Pigeaud. G.Th. 1967,1968, 1969, 1970. Literature of Java. Catalogue Nijhoff. ♦ Purnama, S. Bambang. . 1987. “Suluk, Sebagai Prototip Kesusastraan ♦ ----------. 1993. Suluk Kangkung dari Tuban. Laporan Penelitian ♦ ---------- 2003. Martabat Tujuh, dan eksistensinya dalam Naskah Pesisir: “Layang Topah Kalayan Derwis” (Satu studi aspek Sufistik ♦ Scmimmel, Anniemarie. 1978. Mystical Dimentions of Islam. The ♦ Soebardi, S. 1975. The Book of Cebolek: A Critical Editions with ♦ Thompson, Stith, 1966. Motif-Index of Folk-Literarture. Revised and ♦ Wellek, Rene dan Austin Warren. 1978. Theory of Literature. Woordward, Mark R. 1989. dalam disertasinya yang berjudul: “Islam in
Biodata penulis: |