| Kumpulan Artikel |
| Tiga Prasasti Masa Balitung - Halaman : 07 / 14 |
|
13. dal ayahnya Ḍemoḥ, tuha banua [1] (bernama) si Guṇa ayahnya Ḍayaŋ, rāma matuha [2] (bernama) si Wlaŋ ayahnya Go, pembuat batu śīma [3] (bernama) si Śru ayahnya Bukaŋ berasal dari Ḍihyaŋ, diberi persembahan (berupa) bebed satu setel14. (dan) emas 2 māsa masing-masing/ / (Rāma) māgaman lainnya (berjumlah) 7 orang, yaitu kalaŋ tuŋgū durun [4] (bernama) si Tuḍe ayahnya Baiśākha, huluwras [5] (bernama) Dapunta Biṅuŋ, tuha wĕrĕh [6] (bernama) si Brit (dan) si Kṭul ayahnya Mahĕar, wadahu- 15. ma [7] 2 (orang), yaitu si Plat ayahnya Dharmma dan si Uñja ayahnya Gamwoḥ, si Doho ayahnya Ramya, si Raṅgĕl ayahnya Tugan, si Kaladhara ayahnya Udāyaṇa, si Moṅoh ayahnya Tarum [8], semua diberi persem- 16. bahan (berupa) bebed satu setel dan emas 1 māsa masing-masing/ / Para pemuda berjumlah 18 orang, yaitu si Bloṇḍo, si Karan, si Dayaṇa, si Plat, si Mugā, si Kuṇḍu, si Glo, si Aleŋ, si Bahu, si Glar, 17. si Limbu, si Tuṅgū, si Tiḍu, si Gwarī, si Kawĕl, si Balubu, si Bṅal dan si Drawĕŋ, semua diberi persembahan (berupa) bebed sehelai dan emas 1 kupang masing-masing/ / Raiṇanta saŋ matuha [9], yaitu si Turuk ibunya ṇaṅga, 18. si Taḍaḥ ibunya Bai, si Rumpuŋ ibunya Ḍaimoḥ, diberi persembahan (berupa) sehelai tapih dan satu kampit [10] masing-masing/ / Ibu-ibu lainnya yang ikut berjumlah 15 orang, yaitu: si Gawī ibunya Kṛṣṇa, si Magya ibunya Śryan, si Kuḍuk ibunya
IIIa. 1. Rampuan, si Wrut ibunya Tugan, si Kinaŋ ibunya Barubuḥ, si Dakī ibunya Mahĕar, si Turukan ibunya Tarum, si Haryya ibunya Ramya, si Balyaḥ ibunya Gamwo, si Puñjaŋ ibunya Gamwais, si Lamyat ibunya Dhani, si Ḍayaŋ ibunya Dayana, 2. si Dita ibunya Bireḍis, si Kutil ibunya Go, si Tugan ibunya Wḍai, (semuanya) berjumlah 15 orang, (mereka) diberi persembahan (berupa) sehelai tapih masing-masing/ / Para pemudi, yaitu si Mahyaŋ, si Tagĕs, si Rikha, si Sojara, si Wi- 3. doḥ, si Rampwas, si Kaḍya (dan) si Camme, (semuanya) berjumlah 8 orang, (mereka) diberi persembahan (berupa) perak 4 māsa masing-masing/ / Pada waktu itu orang dari desa-desa perbatasan [11] yang ikut menjadi saksi adalah patih dari Hino, patih (dari) Kulumpaŋ (bernama) si Puñjaŋ4. ayahnya Śrī, patih dari Tiru Rāṇu 2 (orang), yaitu patih Paṇḍawutan (bernama) si Pryaṅka ayahnya Kurutug dengan si Parama ayahnya Wulakan, semua diberi persembahan (berupa) bebed satu setel dan emas 2 māsa masing-masing/ / Rāma [12] dari desa-desa perbatasan yang ikut 5. (menjadi) saksi adalah dari (desa) Suru yang termasuk wilayah Hino, kalaŋ [13]nya (bernama) si Pagar kakeknya Mahū, juru bicaranya (bernama) si Tahil ayahnya Waris. Dari (desa) Tguhan yang termasuk wilayah Liṅgaŋ, yaitu gusti (bernama) si Suŋlit ayahnya Ptĕŋ, juru bicaranya (bernama) si Haliŋ ayahnya Jaluk. Dari (desa) Purud yang termasuk wilayah Garantuṅan, 6. yaitu pandai kayu (bernama) si Taji ayahnya Swāmi, juru bicaranya (bernama) si Junĕt. Dari (desa) Pāstamwir, yaitu kalaŋ (bernama) si Guṇakāra ayahnya Jaluk, juru bicaranya (bernama) si Uŋḍa ayahnya Kisik. Dari (desa) Kinawuhan yang termasuk wilayah Hino, yaitu gusti (bernama) si Bandĕŋ kakeknya Ajī, juru bicaranya 7. (bernama) si Tuḍu. Dari (desa) Waṅun Amwĕk yang termasuk wilayah Paṅaruhan Pandai, yaitu rāma matuha (bernama) si Pyul ayahnya Śuddhi, juru bicaranya[1]Mereka yang dipandang sebagai orang yang paling tua di desanya (Boechari, 1957: 68-69 cat. 39). [2]Di dalam kamus van der Tuuk ditemukan kata rāma tuha yang artinya mertua laki-laki (Van der Tuuk II: 552). Tetapi di sini tidak mungkin rāma matuha diterjemahkan seperti di muka, karena mereka itu termasuk dalam golongan rāma māgaman. Mungkin yang dimaksud dengan rāma matuha adalah pejabat desa yang telah lanjut usianya; ia hanya berfungsi sebagai penasehat saja karena dianggap telah berpengalaman. [3]Karena penetapan daerah perdikan itu menyangkut perubahan status atas sebidang tanah, maka batas sangat diperlukan. Biasanya batas ini dibuat dari batu yang berfungsi sebagai patok. Batu patok inilah yang disebut di dalam prasasti sebagai watu śīma atau saŋhyaŋ watu śīma atau saŋhyaŋ tĕas (Timbul Haryono, 1978). Akan tetapi apakah pembuat batu śīma ini harus dari daerah tertentu, yaitu dari daerah Ḍihyaŋ (Dieng) yang dianggap sebagai tempat suci? Untuk mengetahui hal ini lebih lanjut diperlukan penelitian dan mengadakan perbandingan dengan prasasti-prasasti lain. [4]Apakah jabatan yang bernama kalaŋ tuŋgū duruŋ ini merupakan satu jabatan ataukah dua jabatan yang dipegang oleh satu orang. Kalau memang nama satu jabatan, maka belum jelas apa tugas dan kewajibannya. Hanya dapat diketahui bahwa kalaŋ tuŋgū duruŋ itu termasuk salah seorang pejabat desa yang masih memegang jabatannya (rāma māgaman). Tetapi jika kalaŋ tuŋgū duruŋ merupakan dua jabatan yang dipegang oleh satu orang, maka orang itu bekerja rangkap, yaitu sebagai kalaŋ (lihat pada cat. 73) dan sebagai tuŋgū duruŋ (penjaga lumbung padi). [5]Huluwras adalah pejabat desa yang mengurusi persediaan beras untuk seluruh desa (De Casparis, 1956: 243 cat. 205). [6]Tuha wĕrĕh adalah pemimpin kelompok pemuda-pemuda dari suatu desa (Boechari, 1957: 70 cat. 45). [7]Apa yang dimaksudkan dengan wadahuma masih belum jelas. Demikian pula dengan tugas dan kewajibannya tidak diketahui. [8]Di dalam prasasti disebutkan bahwa jumlah māgaman ada tujuh orang. Tetapi setelah dihitung ternyata semuanya berjumlah 10 orang [9]Mungkin yang dimaksud dengan raiṇanta saŋ matuha adalah ibu-ibu yang dianggap paling tua di desa tersebut. [10]Kata kampit masih belum jelas artinya. Tetapi yang menarik perhatian adalah orang yang menerima kampit ini selalu perempuan. Selain di dalam prasasti Paṅgumulan ditemukan pula pada prasasti Poleṅan (798 Śaka). [11]Siriṅ secara harafiah berarti batas, tepi. Di sini saya menterjemahkan kata siriṅan dengan desa-desa perbatasan. Umumnya siriṅan disebut dengan istilah wanua i tpi siriŋ yang artinya desa yang terletak di tepi atau desa yang letaknya di perbatasan. [12]Rāma ialah pejabat/penguasa desa. Rāma berasal dari kata ama = ayah yang mendapat partikel penentu untuk menghormat (ra). Ini dibedakan dengan kata rama yang berarti ayah. [13]Kalaŋ adalah sebutan bagi orang-orang yang mengerjakan kayu dalam arti seluas-luasnya (Soeripto, 1929: 4 cat. 2).
Sumber : http://epigraphyscorner.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00 |




























