| Kumpulan Artikel |
| Tiga Prasasti Masa Balitung - Halaman : 14 / 14 |
|
16. berulangulang, bila ia pergi ke hutan hendaknya menjadi mangsa patukan ular, (dan pula) menjadi mangsa harimau. Semoga menjadi putaran (dari) kemarahan dewa-dewa, bila berjalan di tegalan disambar petir, dipatahkan dan ditelan oleh raksasa (bernama) si Pamuṅuan [1] 17. Wahai dewata Hyaŋ Kusika, Gargga, Metrī, Kurusya (dan) Pātāñjala [2], jagalah ia di Utara, Selatan, Barat (dan) Timur, lemparkanlah ia ke angkasa, jika ada yang berani mengganggu sima Rakryān Sañjīwana 18. matikan ia dan enyahkan oleh semua dewata, jatuhkanlah ia ke dalam lautan yang besar, tenggelamkan ke dalam bendungan dan tarik sampai ke dasarnya hingga ia mati disantap buaya. Demikianlah ia akan mati. Bila ada orang yang berani merusak dan 19. mengganggu sima ini, (berilah) ia penderitaan oleh dewata, jangan diberi ampun. Hancurkan dan liputilah dengan kesengsaraan, pulangkanlah ke neraka, jatuhkanlah ke (neraka) Mahārorawa [3], bila ada orang yang berani mengindahkan perintah raja" Setelah (selesai saŋ makudur mengutuk), 20. maka menyembahlah (seluruh hadirin seperti) patih, wahuta, pejabat desa dari desa perbatasan, pejabat desa yang telah dibatasi, laki-laki, perempuan semuanya kepada saŋhyaŋ watu sima dan kulumpaŋ. Kemudian mereka menambah (makanan) pada daunnya [4]. (Setelah itu) mereka menari 21. berjoget, bersuka ria bersama. Demikianlah tandanya (bahwa) desa Rukam telah selesai dikukuhkan menjadi daerah perdikan oleh Rakryān Sañjīwana, neneknda raja, yang akan mempersembahkan dharmmanya di 22. Limwuŋ serta hendaknya memperbaiki kamulān di desa Rukam. Adapun orang-orang yang diberi perintah oleh Rakryān Sañjīwana untuk melaksanakan pematokan (batas daerah perdikan ialah) juru dari pejabat sipil di wilayah Sañjīwana (yang bernama) Dapunta Amwri, penduduk desa Kĕnĕr yang termasuk wilayah Kĕnĕr, 23. samgat Matĕṅĕr, DaṅĀcāryya[[5]] (bernama) Uttamāṅga, penduduk desa di Mataram (di lingkungan) parhyaṅan raja[1]Kata wuil tidak ditemukan di dalam kamus Jawa Kuna, tetapi yang ada adalah kata wwil atau wii yang artinya rakṣasa (Wojowasito, 1970: 272). [2]Hyaŋ Kusika, Gargga, Metrī, Kurusya dan Pātāñjala adalah murid lakulin, yaitu seorang brahmana yang merupakan inkarnasi dari Vasudeva (Bhandarkar, 1913: 116). Adapula yang menyebut bahwa Kusika, Gargga, Metrī, Kurusya dan Pātāñjala adalah murid Vasudeva yang karena kekuatan yoganya menjadi lakulin dan mereka mengajarkan pasupata yoganya dengan debu dan abu (Farquhar, 1967: 146-147). Sedangkan Sarkar mengatakan bahwa Kurusya, Gargga, Metrī dan Pātānñjala adalah murid lakulisa, yang di dalam prasasti-prasasti Jawa Kuna selalu disebut pada bagian sumpah (Sarkar, 1967: 637-646). [3]Mahārorawa adalah salah satu dari ke-8 nama neraka. Adapun nama dari ke-8 neraka itu adalah: Sañjiwa, Kalasuta, Saṅghata, Roruwa, Mahārorawa, Tapa(na), Mahāpata(na) dan Avici (Coedes dan Archaimbault, 1973: 29) [4]Sebagaimana kebiasaan orang Jawa sekarang, umumnya apabila pulang dari suatu selamatan, mereka membawa pulang makanan di dalam suatu tempat yang telah dilapisi dengan daun terlebih[54]dahulu. Kemungkinan besar yang dimaksudkan dengan menambah daunnya adalah mbrekat (Jawa) seperti yang lazim sekarang. Menurut Boechari, ungkapan tersebut mengandung arti bahwa para hadirin membungkus apa yang masih tersisa dari hidangan yang disuguhkan untuk dibawa pulang (Boechari, 1977: 21). [5]DaṅĀcāryya adalah pejabat keagamaan. Di Bali DaṅĀcāryya bertugas memimpin upacara keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari.
Sumber : http://epigraphyscorner.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00 |




























