| Kumpulan Artikel |
| Tiga Prasasti Masa Balitung - Halaman : 13 / 14 |
|
Rukam). Semuanya disuguhi hidangan yang tersaji di hamparan. Hidangan yang dimakan berupa: nasi paripūrnṇa [1], makanan yang telah di tim [2] 8. bertumpuk-tumpuk, haraŋ-haraŋ, daging kakap, kaḍiwas, ikan duri, daging hañaŋ (?), kawan-kawan (?), rumahan, lalar-layar, hala-hala, udang, gabus; makanan yang dikeringkan, telur, kepiting; demikian juga sayur (yang dibuat dari) daging kerbau, (daging) sapi 9. (daging) babi, semua (makanan) yang disukai (hadirin) dijadikan masakan serba lezat. Ada amwil lamwil (?), lalap mentah, kasya-kasyan (?), sayur, rumwarumwah, kulubkuluban, ḍuḍutan, tetis. 10. Demikian pula (jenis-jenis) minuman (keras seperti) tuak, siddhū, ciñca. Setelah selesai (hadirin) menyantap (hidangan), beralihlah (mereka semua) untuk berdandan memakai bedak kuning dan bunga. Maka pada pukul 6 siang [3] berangkat mereka semua, duduk di atas tanah mengitari lapangan menghadap kepada 11. saŋhyaŋ wuṅkal sīma dan kulumpaŋ yang diletakkan di bawah balairung. Mulailah saŋ makudur berseru (mengucapkan) kutukan (sambil) memotong leher ayam (serta) membantingkan telur pada batu sima, (disertai dengan) menghamburkan abu di hadapan 12. bawahan Rakryān Mapatiḥ (i Hino), para pejabat desa yang dibatasi, pejabat desa dari desa perbatasan (dan seluruh hadirin) semuanya. Demikian katanya: 'Wahai para dewa yang bertahta di Baprakeśwara [4], Brahmā, Wiṣṇu, Mahādewa, Candrāditya, Kṣiṭi [recte: Kṣiti], Jala, Pawana, Hūtaśana [recte: Hutāśana], Yajamāna, 13. Ākāśa, Kālamṛtyu, Gaṇabhūta, Sahananta, Sandhyādwaya, Ahorātra, Yama, Baruṇa, Kuwera, Bāsawa, Yakṣa, Rākṣasa, Piśaca, Ganabhūta, Rama, Dewata, Pretāsura, Gandharwwa, Graha, Kinnara, 14. Widyādhara, Dewaputra, Nandīśwara, Mahākāla, Nāgārāja, Wināyaka [5], serta seluruh dewata utama yang (memberi) kebahagiaan dan menjaga keraton Śrī Māhāraja di tanah Jawa. Engkau memasuki hati orang semua tidak [40] 15. kuasa ditahan. Bila ada yang berani merusak (dan) mengganggu sima ini, apalagi yang (hendak) menghancurkannya, tusuklah hatinya, sobeklah perutnya, lepaskanlah pahungnya [6], keluarkan isi perutnya, tamparlah kedua pipinya [1]Skul paripurṇna adalah nasi (yang) lengkap. Mungkin nasi yang dimaksudkan adalah nasi tumpeng yang sering disediakan pada waktu upacara selamatan. [2]Tim-an matumpuk-tumpuk artinya yang dimasak bertumpuk-tumpuk (melimpah-ruah). [3]Zoetmulder membagi satu hari dalam 16 tabĕh dan satu tabĕh sama dengan 90 menit sekarang (Zoetmulder, 1974: 190). Berdasarkan perbandingan antara Zoetmulder dengan Pigeaud, Riboet Darmosoetopo telah menyusun tabel. Ia menyebutkan bahwa tabĕh nĕm dahulu sama dengan pukul 3 sekarang (Riboet Darmosoetopo, 1980: 517). Kata ranina memberi petunjuk bahwa yang dimaksud dengan tabĕh nĕm pada prasasti Rukam adalah pukul 3 siang. [4]Di dalam prasasti raja Mulawarman (abad ke-4) istilah ini disebut dengan Waprakeśwara, yaitu tempat suci yang digunakan untuk memuliakan 3 dewa besar (Brahma, Wisnu dan Siwa). Biasanya di tempat tersebut didirikan candi untuk ketiga dewa itu (Poerbatjaraka, 1925: 5). Menurut penjelasan dari Soewadji Sjafei, di Kamboja baprakeśwara merupakan salah satu unsur pemujaan, tempat suci, api suci atau pun raja yang dipuja. [5]Dewa-dewa yang disebutkan di dalam prasasti Rukam ternyata tidak sesuai dengan urutan yang semestinya. Oleh sebab itu di sini disusun berdasarkan uraian Edi Sedyawati Hadimulyo, sebagai berikut: Brahmā, dikenal sebagai dewa pencipta (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 46). Wiṣṇu, sebagai dewa pemelihara (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 342). (Śiwa) Mahādewa adalah salah satu sebutan dewa Siwa yang paling populer sebagai dewa tertinggi, juga merupakan sebutan dalam bentuknya sebagai rudra (Dowson, 1928: 34). Disebutkan Siwa sebagai Mahadewa dalam prasasti Rukam adalah sebagai iṣṭadewata, yaitu dewa pujaan khusus seseorang atau dipuja sebagai dewa tertinggi (Edy Sedyawati Hadimulyo, 1978: 39). Hinduisme di Jawa cenderung kepada aliran Saiwa, dan aliran ini sudah terlebih dahulu menempati arus kuat dalam alam pikiran orang Jawa pada masa itu (Edy Sedyawati Hadimulyo, 1978: 39).Di samping dewa-dewa Trimurti, adapula dewa-dewa yang digolongkan ke dalam keluarga dewa-dewa, yaitu: Wināyaka, nama lain untuk Ganesa sebagai dewa pembawa kebijaksanaan. la adalah putra dewa Siwa dengan Parwati (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 339). Dewaputra artinya putra para dewa. Di dalam hal ini mungkin yang dimaksudkan adalah putra dari ketiga dewa Trimurti.Kemudian disusul dengan dewa-dewa pendamping Siwa, karena di sini iṣṭadewatanya adalah dewa Siwa, yaitu: Mahākāla sebagai penguasa waktu. Selain itu juga merupakan salah satu unsur atau bentuk dewa Siwa sebagai dewa penghancur (Dowson, 1928: 167).Selanjutnya adalah dewa-dewa yang berkedudukan sebagai dewa pariwara, yaitu dewa-dewa yang mengelilingi dewa tertinggi. Pariwara secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 2 bagian: A. Pariwara besar terdiri dari dewa-dewa sebagai berikut:Candrāditya berasal dari gabungan dua kata, yaitu candra dan aditya. Candra adalah nama lain dari Soma sebagai dewa bulan atau nama hari dari planet. Sedangkan aditya adalah sebutan lain untuk Suryya atau dewa matahari (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 4, 55).[52]Dewa-dewa Lokapala yang terdiri atas:Kuwera atau Kubera. Pada jaman Wedic awal ia merupakan kepala dari mahluk-mahluk jahat, tetapi setelah ada pemujaan kepada Trimurti, maka ia menjadi salah satu dewa lokapala yang menguasa mata angin sebelah utara. Oleh karena di utara biasanya banyak gunung-gunung yang mengandung barang-barang tambang dan mineral, maka Kuwera di anggap sebagai dewa ke-kayaan (Ion, 1967).Baruṇa. Pada masa Wedic awal ia merupakan pencipta dan penggerak dari alam semesta, tapi kemudian Baruna dikenal sebagai salah satu dewa lokapala yang menguasai mata angin sebelah barat. Baruṇa juga dipuja sebagai dewa laut (Dowson, 1928: 43). Bāsawa adalah dewa lokapala yang menguasai mata angin sebelah timur.Yama dikenal sebagai dewa kematian. la juga sebagai salah satu dewa lokapala yang menguasai arah mata angin sebelah selatan (Kramrisch, 1946: 12). B. Pariwara kecil, terdiri dari:Para Kinnara; nama dari yaksa yang berlaku pada tirthankara ke-15 disimbolkan sebagai matsya, yang memakai atribut trisiras (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 137).Gandharwa adalah dewa yang mengetahui dan membuka rahasia surga dan langit. la juga merupakan personifikasi dari api matahari (Dowson, 1928: 99).Widyādhara sebagai pembawa kebijaksanaan yang mempunyai kekuatan mistik, ia digambarkan sebagai manusia. Widyādhara dijadikan dari udara dan bertugas melayani dewa lndra. Mahluk ini sering dipahatkan pada relief-relief candi (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 336). Gaṇabhūta adalah anak buah dari dewa Siwa di bawah pimpinan Ganesa (Dowson, 1928: 390). Hutāśana adalah sebutan lain untuk dewa api atau Agni. Dewa ini merupakan salah satu dewa tertua dan obyek sakral yang sangat penting di dalam pemujaan Hindu. la diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu langit sebagai cahaya matahari, di udara sebagai sinar, dan di bumi sebagai dewa api (lons, 1967).Jala, artinya air (Wojowasito, 1970: 108). Mungkin yang dimaksudkan adalah dewa penguasa air.Ākāśa adalah sebutan lain untuk Dyaus sebagai dewa langit. la termasuk ke dalam golongan dewa-dewa awal, tetapi pada masa selanjutnya ia sering muncul bersama-sama dengan Pertiwi (Dowson, 1928: 69).Pawana adalah nama lain dari Bayu atau dewa angin (Dowson, 1928: 351). Kṣiṭi [recte: Kṣiti] adalah nama lain dari Pertiwi sebagai dewa bumi atau dewa tanah (Dowson, 1928: 188). Rāma merupakan penjelmaan dari awatara Wisnu yang ke-7 dan manifestasi dari planet Sūryya. Perwujudannya sebagai raja di dunia adalah untuk menghancurkan Rahwana (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 235).Dalam prasasti Rukam disebutkan pula gejala alam yang dipersonifikasikan, seperti: (Nava)graha yang terdiri dari 9 planet dewa, yakni Ravi (Suryya), Candra (bulan), Manggala (Mars), Buddha (Mercury), Brahsapati (Jupiter), Sukra (Venus), Sani (Saturnus), Rahu (mahluk penguasa atas), dan Ketu (mahluk penguasa bawah).[53]Yajamāna berasal dari kata Sansakerta Yaj yang artinya kurban (Monier Williams, 1970: 850). Yajamāna di sini berhubungan dengan unsur pemujaan di dalam agama Hindu. Kalāmṛtyu adalah dewa kematian. Di Bali dikenal Mretunjaya sebagai dewa kematian. Ahoratra artinya hari, siang atau malam (Wojowasito, 1970: 34). Suatu gejala alam yang di-personifikasikan.Sandhyādwaya artinya waktu senja yang dua (Wojowasito, 1970: 292). Seperti juga Ahoratra, Sandhyādwaya pun merupakan gejala alam yang dipersonifikasikan, yaitu gabungan waktu dari pagi-malam-fajar-senja.Selanjutnya disebutkan mahluk-mahluk penghuni bawah tanah, yaitu: Nāgarāja sebutan untuk raja naga ataupun nama dari seekor ular dalam bentuk mahluk halus, identik dengan Mahoraga dan naga dewa (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 188). Yakṣa. Di dalam mitologi Hindu dikenal sebagai keturunan dari Kasyapa dan Khasa. Semula ia dianggap sebagai dewa lokal yang tinggal di hutan-hutan dan gunung-gunung dan juga sebagai penjaga kekayaan (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 350).Rakṣasa ialah sejenis mahluk keturunan dari Kasyapa dan Khasa. la juga dianggap sebagai kepala setan (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 234).Pretāsura berasal dari kata Preta dan Asura. Preta. adalah sejenis hantu yang suka mengganggu, antara lain di kuburan-kuburan dan tempat lainnya. la digambarkan sebagai mahluk yang kurus tapi berperut gendut. Sedangkan Asura sendiri adalah suatu istilah yang dipergunakan oleh para dewa untuk menyebut musuhnya. la adalah kepala dari para setan, termasuk di dalamnya Daitya, Kasyapa (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 28, 228).Piśāca disebut sebagai mahluk pemakan ikan mentah atau sejenis setan dan mahluk halus yang jahat. la dipuja oleh roh dari para pembunuh dan penjahat. Bentuk badannya digambarkan sebagai mahluk berbadan kurus (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 221). [6]Dewa-dewa yang disebutkan di dalam prasasti Rukam ternyata tidak sesuai dengan urutan yang semestinya. Oleh sebab itu di sini disusun berdasarkan uraian Edi Sedyawati Hadimulyo, sebagai berikut: Brahmā, dikenal sebagai dewa pencipta (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 46). Wiṣṇu, sebagai dewa pemelihara (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 342). (Śiwa) Mahādewa adalah salah satu sebutan dewa Siwa yang paling populer sebagai dewa tertinggi, juga merupakan sebutan dalam bentuknya sebagai rudra (Dowson, 1928: 34). Disebutkan Siwa sebagai Mahadewa dalam prasasti Rukam adalah sebagai iṣṭadewata, yaitu dewa pujaan khusus seseorang atau dipuja sebagai dewa tertinggi (Edy Sedyawati Hadimulyo, 1978: 39). Hinduisme di Jawa cenderung kepada aliran Saiwa, dan aliran ini sudah terlebih dahulu menempati arus kuat dalam alam pikiran orang Jawa pada masa itu (Edy Sedyawati Hadimulyo, 1978: 39).Di samping dewa-dewa Trimurti, adapula dewa-dewa yang digolongkan ke dalam keluarga dewa-dewa, yaitu: Wināyaka, nama lain untuk Ganesa sebagai dewa pembawa kebijaksanaan. la adalah putra dewa Siwa dengan Parwati (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 339). Dewaputra artinya putra para dewa. Di dalam hal ini mungkin yang dimaksudkan adalah putra dari ketiga dewa Trimurti.Kemudian disusul dengan dewa-dewa pendamping Siwa, karena di sini iṣṭadewatanya adalah dewa Siwa, yaitu: Mahākāla sebagai penguasa waktu. Selain itu juga merupakan salah satu unsur atau bentuk dewa Siwa sebagai dewa penghancur (Dowson, 1928: 167).Selanjutnya adalah dewa-dewa yang berkedudukan sebagai dewa pariwara, yaitu dewa-dewa yang mengelilingi dewa tertinggi. Pariwara secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 2 bagian: A. Pariwara besar terdiri dari dewa-dewa sebagai berikut:Candrāditya berasal dari gabungan dua kata, yaitu candra dan aditya. Candra adalah nama lain dari Soma sebagai dewa bulan atau nama hari dari planet. Sedangkan aditya adalah sebutan lain untuk Suryya atau dewa matahari (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 4, 55).[52]Dewa-dewa Lokapala yang terdiri atas:Kuwera atau Kubera. Pada jaman Wedic awal ia merupakan kepala dari mahluk-mahluk jahat, tetapi setelah ada pemujaan kepada Trimurti, maka ia menjadi salah satu dewa lokapala yang menguasa mata angin sebelah utara. Oleh karena di utara biasanya banyak gunung-gunung yang mengandung barang-barang tambang dan mineral, maka Kuwera di anggap sebagai dewa ke-kayaan (Ion, 1967).Baruṇa. Pada masa Wedic awal ia merupakan pencipta dan penggerak dari alam semesta, tapi kemudian Baruna dikenal sebagai salah satu dewa lokapala yang menguasai mata angin sebelah barat. Baruṇa juga dipuja sebagai dewa laut (Dowson, 1928: 43). Bāsawa adalah dewa lokapala yang menguasai mata angin sebelah timur.Yama dikenal sebagai dewa kematian. la juga sebagai salah satu dewa lokapala yang menguasai arah mata angin sebelah selatan (Kramrisch, 1946: 12). B. Pariwara kecil, terdiri dari:Para Kinnara; nama dari yaksa yang berlaku pada tirthankara ke-15 disimbolkan sebagai matsya, yang memakai atribut trisiras (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 137).Gandharwa adalah dewa yang mengetahui dan membuka rahasia surga dan langit. la juga merupakan personifikasi dari api matahari (Dowson, 1928: 99).Widyādhara sebagai pembawa kebijaksanaan yang mempunyai kekuatan mistik, ia digambarkan sebagai manusia. Widyādhara dijadikan dari udara dan bertugas melayani dewa lndra. Mahluk ini sering dipahatkan pada relief-relief candi (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 336). Gaṇabhūta adalah anak buah dari dewa Siwa di bawah pimpinan Ganesa (Dowson, 1928: 390). Hutāśana adalah sebutan lain untuk dewa api atau Agni. Dewa ini merupakan salah satu dewa tertua dan obyek sakral yang sangat penting di dalam pemujaan Hindu. la diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu langit sebagai cahaya matahari, di udara sebagai sinar, dan di bumi sebagai dewa api (lons, 1967).Jala, artinya air (Wojowasito, 1970: 108). Mungkin yang dimaksudkan adalah dewa penguasa air.Ākāśa adalah sebutan lain untuk Dyaus sebagai dewa langit. la termasuk ke dalam golongan dewa-dewa awal, tetapi pada masa selanjutnya ia sering muncul bersama-sama dengan Pertiwi (Dowson, 1928: 69).Pawana adalah nama lain dari Bayu atau dewa angin (Dowson, 1928: 351). Kṣiṭi [recte: Kṣiti] adalah nama lain dari Pertiwi sebagai dewa bumi atau dewa tanah (Dowson, 1928: 188). Rāma merupakan penjelmaan dari awatara Wisnu yang ke-7 dan manifestasi dari planet Sūryya. Perwujudannya sebagai raja di dunia adalah untuk menghancurkan Rahwana (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 235).Dalam prasasti Rukam disebutkan pula gejala alam yang dipersonifikasikan, seperti: (Nava)graha yang terdiri dari 9 planet dewa, yakni Ravi (Suryya), Candra (bulan), Manggala (Mars), Buddha (Mercury), Brahsapati (Jupiter), Sukra (Venus), Sani (Saturnus), Rahu (mahluk penguasa atas), dan Ketu (mahluk penguasa bawah).[53]Yajamāna berasal dari kata Sansakerta Yaj yang artinya kurban (Monier Williams, 1970: 850). Yajamāna di sini berhubungan dengan unsur pemujaan di dalam agama Hindu. Kalāmṛtyu adalah dewa kematian. Di Bali dikenal Mretunjaya sebagai dewa kematian. Ahoratra artinya hari, siang atau malam (Wojowasito, 1970: 34). Suatu gejala alam yang di-personifikasikan.Sandhyādwaya artinya waktu senja yang dua (Wojowasito, 1970: 292). Seperti juga Ahoratra, Sandhyādwaya pun merupakan gejala alam yang dipersonifikasikan, yaitu gabungan waktu dari pagi-malam-fajar-senja.Selanjutnya disebutkan mahluk-mahluk penghuni bawah tanah, yaitu: Nāgarāja sebutan untuk raja naga ataupun nama dari seekor ular dalam bentuk mahluk halus, identik dengan Mahoraga dan naga dewa (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 188). Yakṣa. Di dalam mitologi Hindu dikenal sebagai keturunan dari Kasyapa dan Khasa. Semula ia dianggap sebagai dewa lokal yang tinggal di hutan-hutan dan gunung-gunung dan juga sebagai penjaga kekayaan (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 350).Rakṣasa ialah sejenis mahluk keturunan dari Kasyapa dan Khasa. la juga dianggap sebagai kepala setan (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 234).Pretāsura berasal dari kata Preta dan Asura. Preta. adalah sejenis hantu yang suka mengganggu, antara lain di kuburan-kuburan dan tempat lainnya. la digambarkan sebagai mahluk yang kurus tapi berperut gendut. Sedangkan Asura sendiri adalah suatu istilah yang dipergunakan oleh para dewa untuk menyebut musuhnya. la adalah kepala dari para setan, termasuk di dalamnya Daitya, Kasyapa (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 28, 228).Piśāca disebut sebagai mahluk pemakan ikan mentah atau sejenis setan dan mahluk halus yang jahat. la dipuja oleh roh dari para pembunuh dan penjahat. Bentuk badannya digambarkan sebagai mahluk berbadan kurus (Van Lohuizen-de Leeuw, 1976: 221).
Sumber : http://epigraphyscorner.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00 |




























