Ki-demang.com : Kongres Bahasa Jawa 5

Kaca Ngajeng

logo-kbj5


ikon-buku-tamu

Kesekretariatan

Alamat-Sekretariat
Badan-Pekerja
Rencana-Kerja
Jadwal-Kongres

Pendaftaran

Pendaftaran-(B-Indonesia)
Pendaftaran-(Bhs-Jawa)
Pendaftaran-(Carakan)

Data & Seleksi Makalah

Data-Abstrak-Makalah
Teknis-Penulisan-Makalah
Hasil-Seleksi-Makalah

Isi Makalah

Makalah-Kunci
Makalah-Komisi-A
Makalah-Komisi-B
Makalah-Komisi-C
Makalah-Komisi-D
Makalah-Komisi-E
Makalah-Pengombyong

Rekomendasi - KBJ 5

Isi-Rekomendasi-KBJ-5

Daftar Peserta

Peserta-Luar-Negeri
Peserta-Institusi-Lembaga
Peserta-DI-Yogyakarta
Peserta-Jawa-Timur
Peserta-Jawa-Tengah
Rekap-Peserta

Galeri Foto - KBJ 5

Galeri-Foto-KBJ-5

  Jumlah Pengunjung

1874049
Hari ini     :Hari ini :71
Kemarin     :Kemarin :73
Minggu ini   :Minggu ini :138
Bulan ini   :Bulan ini :1827
s/d hari ini   :s/d hari ini :1874049
Jumlah Kunjungan Tertinggi
10-28-2025 : 611
Pengunjung Online : 4

Kontak Admin.

email-kidemang

Makalah Pengombyong (#02)

 

Tembang Jawa sebagai Sumber Kearifan Lokal
dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Oleh Exti Budihastuti


 
1.     Pendahuluan


Belakangan ini muncul fenomena kecenderungan anak-anak usia remaja gemar menyanyikan lagu orang dewasa. Kegemaran itu mungkin saja muncul karena faktor keindahan syairnya, ketampanan atau kecantikan penyanyinya, atau karena faktor keunikan dan keindahan musiknya. Faktanya, ketika diadakan ajang pemilihan anak atau remaja berbakat di bidang seni suara, mereka cenderung memilih judul lagu untuk orang dewasa yang bertemakan percintaan antara pria dan wanita.

Dalam konteks kegiatan belajar-mengajar di sekolah, fenomena seperti ini pun sudah sering terjadi. Lagu anak-anak “Ambilkan Bulan, Bu” sudah jarang terdengar di antara siswa sekolah dasar. Keadaan seperti itu pun terjadi pada tingkatan sekolah yang lebih tinggi, yaitu sekolah menengah pertama (SMP). Kecenderungan siswa SMP menyukai lagu bertemakan cinta lebih besar lagi. Hal itu didasari suatu kenyataan bahwa banyak di antara siswa SMP yang sudah mengenal istilah “cinta” walaupun baru sebatas “cinta monyet”.

Di kalangan siswa-siswi SMP, lagu “Cinta kan Membunuhku” karya De Massiv lebih populer daripada lagu bertema semangat kebangsaan “Bangunlah Pemudi-Pemuda”. Para remaja itu baru akan mempelajari lagu-lagu bertemakan semangat kebangsaan dan cinta tanah air ketika akan merayakan hari bersejarah seperti peringatan hari kemerdekaan. Setelah usai perayaan, usai pula upaya pengenalan lagu-lagu bertemakan semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang dapat membentuk karakter berkebangsaan.

Pada pertengahan tahun 2011, muncul fenomena baru di kalangan remaja, yaitu munculnya perwujudan cinta tanah air berupa dukungan moral bagi tim nasional kesebelasan sepak bola melalui lagu “Garuda di Dadaku”. Namun, lagu yang membangkitkan semangat kebangsaan itu tidak berumur panjang. Ketika prestasi tim nasional kesebelasan sepak bola Indonesia menurun, lagu “Garuda di Dadaku” itupun terkalahkan kepopulerannya oleh lagu “Alamat Palsu”.

Keberadaan lagu-lagu yang diminati oleh para siswa, terutama siswa SMP, sebenarnya dapat dijadikan salah satu bahan ajar di sekolah. Terkait pula dengan kearifan lokal, makalah ini akan mengupas pemikiran tentang keberadaan tembang Jawa sebagai sumber kearifan lokal dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Makalah ini membatasi uraian pembahasan pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP. Pembahasan tentang pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa akan dikaitkan dengan pengembangan kurikulum bahasa dan sastra Indonesia di SMP.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengembangkan nilai budaya dalam PBKB melalui pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam bentuk kearifan lokal. Penulis memiliki harapan agar peserta didik, terutama di tingkat SMP, dapat mengembangkan karakter diri pribadi menuju karakter bangsa melalui terjemahan syair-syair tembang Jawa dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.

2.     Tembang Jawa sebagai Sumber Kearifan Lokal

Suwardi Endrawara dalam bukunya yang berjudul Tradisi Lisan Jawa: Warisan Abadi Budaya Leluhur menggolongkan tembang dalam genre tradisi lisan Jawa sebagai salah satu bentuk puisi. Menurutnya, puisi, sebagai tradisi lisan yang berupa syair-syair rakyat, memiliki beberapa bentuk, di antaranya adalah:

(a)   nyanyian rakyat, yaitu puisi yang dilagukan rakyat seperti halnya lagu
       dolanan anak,

(b)  parikan (pantun Jawa), yaitu sajak semi terikat, dan
(c)  tembang, yaitu puisi yang terikat oleh aneka aturan, seperti tembang gehe
      dan macapat.


Namun, dalam makalah ini dipilih makna istilah tembang yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Dalam KBBI, kata tembang memiliki dua makna, yang pertama bermakna syair yang diberi berlagu (untuk dinyanyikan)- nyanyian- yang kedua bermakna puisi. Jadi, makna tembang Jawa dalam makalah ini adalah lagu Jawa sesuai pemaknaan dalam KBBI. Seperti yang ingin dicapai dalam tujuan penulisan, yaitu mengembangkan karakter diri pribadi menuju karakter bangsa melalui terjemahan syair-syair tembang Jawa dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Ketertarikan penulis kepada tembang Jawa sebagai salah satu bahan ajar pada pengajaran bahasa dan sastra Indonesia bukanlah tanpa alasan. Kita pasti hampir sepakat bahwa dalam tembang Jawa terdapat nilai-nilai moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membentuk siswa yang berkarakter. Hal itu pun berkaitan dengan konsep kearifan lokal yang kini mulai sering kita dengar.

Menurut F.X. Rahyono, sebuah kearifan lokal merupakan kecerdasan yang dihasilkan berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri sehingga menjadi milik bersama. Kearifan (lokal) budaya Jawa, misalnya, merupakan wujud kecerdasan yang dihasilkan oleh pengalaman hidup masyarakat Jawa itu sendiri. Oleh karena itu, penulis berpandangan bahwa pengalaman hidup masyarakat Jawa yang tertuang dalam bentuk tembang atau lagu Jawa dapat member pencerahan baru bagi pengajaran sastra, terutama yang berkaitan dengan syair, pantun, puisi, atau lagu.

Sebenarnya, ketika berbicara tentang kearifan lokal, penulis menawarkan sebuah wacana tentang pengajaran sastra di sekolah, dalam hal ini di SMP. Pengajaran sastra yang dimaksud adalah pengajaran sastra berbasis kearifan lokal, yaitu pengajaran sastra yang tidak hanya menggunakan pengalaman hidup masyarakat Jawa (dalam tembang Jawa) saja seperti yang akan dibahas dalam makalah ini, tetapi juga pengalaman hidup masyarakat (dalam bentuk tembang) daerah lain yang populer di kalangan anak-anak atau remaja.

Namun demikian, perlu juga mencermati makna lagu atau syair yang dipilih untuk sumber kearifan lokal. Di Jakarta, dalam beberapa tahun terakhir, pernah “booming” lagu “Cucak Rowo” yang syairnya apabila dicermati berkesan kurang baik untuk usia anak-anak dan remaja. Lagu “Cucak Rowo” menjadi lebih populer ketimbang lagu “Tombo Ati” yang lebih awal dikenal masyarakat sebagai lagu religi berbahasa Jawa.

3.     Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

Usia remaja adalah usia yang rentan memperoleh pengaruh-pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Seperti juga yang kita ketahui melalui berita di media massa cetak dan elektronik, era globalisasi telah membawa dampak besar bagi pergaulan antarremaja.   Dampak era globalisasi itu seperti dua sisi mata uang, satu berdampak positif, satu berdampak negatif.

Dalam mengikuti perkembangan usia remaja, perlu disadari bahwa usia remaja -usia siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang berkisar antara 11 sampai 16 tahun- adalah masa-masa sulit bagi para remaja tersebut dalam mengendalikan emosinya. Seperti yang dikatakan oleh Piaget, masa-masa seperti itu sebagai masa peralihan, yang mengubah seseorang dari usia anak-anak menjadi usia dewasa.

Sebagai peserta didik yang masih berada pada masa peralihan, para siswa SMP perlu mendapat asupan ”vitamin” bagi pertumbuhan jiwanya. Salah satu pengajaran yang dapat disisipi vitamin itu adalah pengajaran sastra.

Dalam buku Sastra dalam Empat Orba (Agus R.Sarjono: 2001), B.P. Situmorang mengatakan bahwa pengajaran sastra yang perlu diajarkan kepada para siswa agar para siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.. Hal ini dapat memupuk jiwa estetis, jiwa keindahan, jiwa yang mengandung unsur-unsur moral (etika), untuk mengalihkan kenakalan remaja serta menyalurkannya ke arah yang lebih positif melalui apresiasi seni.

Dalam Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) disebutkan bahwa pendekatan pembelajaran sastra yang menekankan apresiasi sastra adalah pendekatan apresiatif. Karena sastra ada untuk dibaca, dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan. Pemanfaatan inilah yang kemudian digunakan untuk pengembangan PBKB melalui pengajaran sastra.

Pengajaran sastra di sekolah memiliki peranan yang sangat besar terutama bagi pengembangan keterampilan berbahasa, pengetahuan pengalaman tentang kehidupan, pengembangan kepribadian dan pembentukan watak, dan pemberi kesejukan dan ketenangan hati bagi kehidupan manusia. Inilah yang harus disadari oleh para guru ketika melaksanakan rancangan pembelajaran yang dibuat berdasarkan silabus tersebut.

Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan itu memuat 35 kompetensi dasar (KD) bidang studi bahasa dan sastra Indonesia di kelas VII, 37 KD di kelas VIII, dan 35 KD di kelas IX. Namun, pembahasan pada makalah ini hanya mengambil kompetensi dasar bidang sastra yang berkenaan dengan tembang (syair dan puisi) saja, yaitu nomor KD 8.1, 15.1, 16.1, dan 16.2 di kelas VII (materi pantun dan puisi), nomor KD 15.2, 16.1, dan 16.2 di kelas VIII (materi puisi), dan nomor KD 5.1, 5.2, dan 6.2 di kelas IX (materi syair dan lagu).

4.     Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Menurut KBBI, budaya adalah pikiran- akal budi, karakter artinya sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak, dan pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan- proses, cara, perbuatan mendidik. Sedangkan dalam Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya saing dan Karakter Bangsa terbitan Balitbang, Kemdiknas budaya, karakter, dan pendidikan diartikan sebagai berikut.

“Budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.”

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.

Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif . Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah- oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

KETERKAITAN NILAI PBKB DAN INDIKATOR UNTUK SMP

Nilai Indikator
Religius:
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

 

Mengagumi kebesaran Tuhan melalui kemampuan manusia
dalam melakukan sinkronisasi antara aspek fisik dengan aspek kejiwaan.         
Mengagumi kebesaran Tuhan karena kemampuan dirinya untuk hidup sebagai anggota masyarakat.
Mengagumi kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam semesta.
Mengagumi kebesaran Tuhan karena adanya agama yang
menjadi sumber keteraturan hidup masyarakat.
Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran.

Jujur:
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


Tidak menyontek ataupun menjadi plagiat dalam mengerjakan setiap tugas.
Mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi.
Mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran.
Menyatakan sikap terhadap suatu materi diskusi kelas.
Membayar barang yang dibeli di toko sekolah dengan jujur.
Mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.
Toleransi:
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Tidak menggangu teman yang berbeda pendapat.
Menghormati teman yang berbeda adat-istiadatnya.
Bersahabat dengan teman dari kelas lain.

Disiplin:
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.


Selalu tertib dalam melaksanakan tugas-tugas kebersihan sekolah.
Tertib dalam berbahasa lisan dan tulis.
Patuh dalam menjalankan ketetapan-ketetapan organisasi peserta didik.
Menaati aturan berbicara yang ditentukan dalam sebuah diskusi kelas.
Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya tulis.
Kerja keras:
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
 
Mengerjakan semua tugas kelas selesai dengan baik pada waktu yang telah ditetapkan.
Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar.
Selalu fokus pada pelajaran.



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5. Tembang Jawa sebagai Sumber Kearifan Lokal dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Gambaran keterkaitan antara mata pelajaran bahasa Indonesia SMP menurut Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya saing dan Karakter Bangsa terbitan Balitbang, Kemdiknas dengan nilai yang dapat dikembangkan untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, dan kerja keras seperti terlihat pada matriks berikut ini.

Kompetensi Dasar (KD) Indikator Kegiatan Pembelajaran Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Kelas VII    
8.1 Menulis pantun yang sesuai dengan syarat pantun

1. Mampu menentukan syarat-syarat pantun.
2. Mampu menulis pantun.
3. Mampu menyunting pantun sendiri sesuai dengan syarat-syarat pantun.
jujur, toleransi, kerja keras
15.1 Membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi 1. Mampu menandai penjedaan dalam puisi yang akan dibacakan.
2. Mampu membaca indah puisi.
disiplin, kerja keras
16.1 Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam 1. Mampu menulis larik-larik puisi yang berisi keindahan alam.
2. Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang tepat dan rima yang menarik.
3. Mampu menyunting puisi yang ditulis sendiri.
religius, jujur, toleransi
16.2 Menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami 1. Mampu menulis larik-larik puisi tentang peristiwa yang pernah dialami.
2. Mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang tepat dan rima yang menarik.
3. Mampu menyunting puisi yang ditulis sendiri.
religius, jujur, toleransi
Kelas VIII    
15.2 Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi 1. Mampu mendata hal-hal yang bersifat khusus dari puisi-puisi dalam antologi.
2. Mampu mengindentifikasi ciri-ciri umum puisi yang terdapat dalam antologi puisi.
Jujur, toleransi, kerja keras
16.1 Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai

1. Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk penulisan puisi.
2. Mampu mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis. Menggunakan pilihan kata yang tepat.
3. Mampu menyunting sendiri puisi yang ditulisnya.
Jujur, toleransi, kerja keras, disiplin
16.2 Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan 1. Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk penulisan puisi.
2. Mampu mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis.
3. Mampu menyunting sendiri puisi yang ditulisnya.
Jujur, toleransi, kerja keras, disiplin
Kelas IX    
5.1 Siswa menemukan tema dan pesan syair yang diperdengarkan. 1. Siswa menemukan tema syair berdasarkan inti pengungkapan syair.
2. Siswa menangkap pesan syair syair dengan bukti yang meyakinkan.
Religius, jujur, toleransi
5.2 Siswa menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan. 1. Siswa menyimpulkan syarat-syarat syair
2. Siswa menganalisis syair yang diperdengarkan berdasarkan unsur-unsur syair.
Jujur, disiplin, kerja keras
6.2 Siswa menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian isi puisi dan suasana /rima yang dibangun. 1. Siswa mampu menentukan suasana puisi.
2. Siswa menghubungkan suasana puisi dengan irama musikalisasi puisi.
3. Siswa menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian Isi puisi dan suasana/irama yang dibangun.
Jujur, toleransi, disiplin, kerja keras

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Uraian tentang keterkaitan KD dan PBKB tidak dibahas secara menyeluruh. Pembahasan di sini baru menampilkan sebagian contoh. Selebihnya, bisa menyesuaikan dengan kondisi siswa, guru, dan daerah setempat.

(1)   Religius

Sikap religius dalam PBKB adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Penerapan nilai religius dalam pengajaran sastra dalam dilakukan melalui menulis puisi. Pada kompetensi dasar kelas VII nomor 16.2 yaitu menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami, siswa diharapkan mampu menulis larik-larik puisi tentang peristiwa yang pernah dialami, mampu menulis puisi dengan pilihan kata yang tepat dan rima yang menarik, dan mampu menyunting puisi yang ditulis sendiri.

Terlepas dari berbagai jenis pengalaman siswa yang dapat dijadikan bahan penulisan puisi, berkaitan dengan kearifan lokal, sebuah tembang Jawa dapat dijadikan contoh. Misalnya, lagu Tombo Ati.

Perhatikan penggalan syair “Tombo Ati” berikut ini.

Tombo ati iku lima ing wernane
Ingkang dhingin maca Quran sak maknane
Kaping pindho sholat sunat lakonana
Kaping telu wong kang sholeh kumpulana
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Sak kabehe sapa bisa anglakoni
Insya Allah huta’ala ngijabahi

Gusti Allah kang kuwasa

Gawe kewan lan manungsa
Gawe srengenge lan mbulan
Gawe bumi lan wit-witan
…

Artinya:

Obat hati itu ada lima macam
Yang pertama membaca Quran dan memaknainya
Kedua menjalankan sholat sunat
Ketiga kumpul dengan orang sholeh
Keempat perut harus lapar
Kelima dzikir malam yang lama
Seluruhnya bagi yang bisa melakukan
Insya Allah huta’ala mengabulkan


Gusti Allah Maha Kuasa
Menciptakan hewan dan manusia
Menciptakan matahari dan bulan
Menciptakan bumi dan pepohonan
…

Pengalaman religius dapat dijadikan tema penulisan puisi karena setiap siswa bisa mendapatkannya setiap saat.

(2)   Jujur

Sikap jujur dalam PBKB adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Penerapan nilai jujur dalam pengajaran sastra dalam dilakukan melalui menulis pantun. Seperti pada KD kelas VII nomor 8.1 Menulis pantun yang sesuai dengan syarat pantun. Siswa diharapkan mampu menentukan syarat-syarat pantun, mampu menulis pantun, dan mampu menyunting pantun sendiri sesuai dengan syarat-syarat pantun.

Perhatikan syair lagu berikut ini.

Esuk-Esuk
Esuk-esuk srengengene uwis metu sibu
Nyuwun pangestu keng putra badhe sinau, sibu
Nyangking kothak ing njerone isi sabak, bapak
Gliyak-gliyak keng putra badhe tumindak

Artinya:
pagi-pagi matahari sudah terbit, ibu
minta restu anakmu akan belajar, bu
membawa kotak di dalamnya berisi sabak, bapak
pelan-pelan puteramu akan berjalan

Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan daerah berbentuk pantun. Syair lagu di atas adalah salah satu tembang Jawa yang berbentuk pantun. Pola rima pantunnya dapat diadaptasi untuk menciptakan pantun lain tanpa harus menjiplak isi pantun.

(3)   Toleransi

Sikap toleransi dalam nilai PBKB adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Penerapan nilai toleransi dalam pengajaran sastra dalam dilakukan melalui tema dan pesan syair. Seperti pada KD kelas IX nomor 5.1 yaitu siswa menemukan tema dan pesan syair yang diperdengarkan. Siswa diharapkan mampu menemukan tema syair berdasarkan inti pengungkapan syair dan siswa menangkap pesan syair syair dengan bukti yang meyakinkan.

Perhatikan syair lagu berikut ini.

Turi-Turi Putih
Turi-turi putih ditandur neng kebon agung
Cleret tiba nyemplung kepundhung kebange apa
Mbok ira mbok ira mbo ira kembange apa
Kembang-kembang menur
Sing dakpilih kembange menur
Ayo kanca padha syukur
Kanggo sangu ning alam kubur
Mbo ira mbo ira mbo ira kembange apa
Kembang-kembang mlathi
Sing dakpilih kembang mlathi
Sing dakphilih kembang mlathi
Ayo kanca padha bekti
Sungkem marang ibu pertiwi

Artinya:

“bunga turi putih di tanam di kebun besar
Celeret jatuh tercebur kepundhung bunga apa
Mbo ira-mbo ira mbo ira bunga apa
Bunga-bunga menur
Yang kupilih bunga menur
Ayo teman syukur bersama
Sebagai bekal di alam kubur
Mbok ira mbo ira mbo ira bunga apa
Bunga-bunga melati
Yang kupilih bunga melati
Yang kupilih bunga melati
Ayo teman sama-sama berbakti
Sujud kepada ibu pertiwi”

“Turi-turi putih” menyimbolkan makna kesucian hati, terkandung pula makna religius, dan cinta tanah air yang menjadi dasar sikap toleransi siswa.

(4)   Disiplin

Sikap disiplin dalam PBKB adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Penerapan nilai jujur dalam pengajaran sastra dalam dilakukan melalui membaca indah puisi. Seperti pada KD kelas VII nomor 15.1 yaitu Membaca indah puisi dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinesik yang sesuai dengan isi puisi. Siswa diharapkan mampu menandai penjedaan dalam puisi yang akan dibacakan dan mampu membaca indah puisi.

Perhatikan syair lagu berikut ini.

Yen Ing Tawang
Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Aku ngenteni teka mu
Marang mego ing angkoso
Sung takok-ke pawartamu
Janji janji aku eleng cah ayu
Sumedot roso ing ati
Lintang lintang'e wingi wingi nimas
Tresna ku sundul ing ati
Ndek semono janjimu disekseni
Mego kartiko keiring roso tresno asih
Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Rungokno tangis ing ati
Miraring swara ing ratri nimas
ngenteni bulan ndadari

Artinya: 
Ketika di langit ada bintang, ‘Dik sayang
aku menunggu kedatanganmu
pada mega di langit, ‘Dik
kutanyakan kabar beritamu
Janji-janji aku ingat, ‘Dik sayang
tersedot rasa di hati
bintang-bintang memanggilmu, ‘Dik
menunggu bulan purnama

Reff:
Kala itu, janjimu disaksikan              
langit bintang, diiringi
rasa cinta yang begitu besar
Ketika di langit ada bintang, ‘Dik sayang
dengarkan tangisan hati
bersamaan dengan suara malam, “Dik
cintaku jauh setinggi langit

Contoh lagu di atas menunjukkan contoh tembang Jawa bertemakan kasih sayang. Ketika mencari contoh syair untuk pembacaan puisi, syair itu dianggap tepat untuk usia remaja. Penandaan jeda untuk membaca syair dengan baik dapat dijadikan salah satu bentuk kedisiplinan.

(5)   Kerja Keras

Sikap kerja keras dalam PBKB adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Penerapan nilai kerja keras dalam pengajaran sastra dalam dilakukan melalui kegiatan musikalisasi puisi. Seperti pada KD kelas IX nomor 6.2 yaitu Siswa menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian isi puisi dan suasana /rima yang dibangun. Siswa diharapkan mampu menentukan suasana puisi, . mampu menghubungkan suasana puisi dengan irama musikalisasi puisi, dan mampu menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian Isi puisi dan suasana/irama yang dibangun.

 

Perhatikan syair lagu berikut ini.

Ayo Praon
Yo kanca neng gisik gembira
alerab-lerab banyuning segara
anggliyak numpak prau layar
ing dina Minggu keh pariwisata
alon praune wis nengah
byah byuh byah banyu binelah
ora jemu jemu karo mesem ngguyu
ngilangake rasa lungkrah lesu
adhik njawil mas jebul wis sore
witing kelapa katon ngawe-awe
prayogane becik bali wae
dene sesuk esuk tumandang nyambut gawe

Artinya:

Mari kawan bergembira ria
berombak-ombak air samudra
pada hari Minggu banyak wisatawan
ramai naik perahu layar
pelanlah perahu sudah menengah
berdeburan air membelah
tiada jemu sambil senyum
menghilangkan rasa lelah
adik bilang telah sore
pohon kelapa tampak melambai
lebih baik kembali dulu
besuk pagi hendak bekerja
 
Syair tembang dolanan di atas mengandung nilai rekreasi dan produksi, berwisata dan berkarya secara serasi, selaras dan seimbang. Secara simbolik mengandung makna bahwa sesuatu harus dikerjakan dengan tidak berlebihan. Karena sikap yang berlebihan pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Irama lagu itu yang riang gembira dapat dijadikan contoh untuk musikalisasi puisi.

6.     Penutup

Dari uraian yang telah dikemukakan, penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan belajar-mengajar sastra di sekolah, terutama di SMP, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menggunakan lagu (tembang) Jawa atau terjemahannya. Hal ini dapat meningkatkan kecintaan siswa pada tanah air dalam bentuk perwujudan kearifan lokal. Tak perlu selalu berpatokan pada suatu daerah. Apalagi untuk sekolah di kota besar seperti Jakarta. Namun, minat memperkenalkan kearifan lokal melalui pengajaran sastra perlu dimulai dari sekarang.

Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah perlu ditindaklanjuti dengan penerapannya nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui kegiatan belajar-mengajar agar terwujud pemuda-pemudi Indonesia yang berbudaya dan berkarakter. Dengan demikian, harapan pemerintah untuk mengembangkan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dapat segera terwujud.

** Persembahan untuk ayahanda tercinta R. Soemadji bin Pulunggono yang telah bersemayam dengan tenang di pemakaman desa Kukusan, Depok, Jawa Barat, sejak 7 Juli 1985.

Sumber Bacaan

 

♦ Budihastuti, Exti. 2010. “Telaah Silabus Pengajaran Sastra di SMP
   sebagai Wadah  
Penanaman Nilai Budi Pekerti”. Makalah pada Diklat
   Calon Peneliti yang
diselenggarakan oleh LIPI 24 Juni—14 Juli 2011.

   Depdiknas. 2007. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
   Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/Mts.

♦ Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

♦ Endraswara, Suwardi. 2005. Tradisi Jawa Lisan: Warisan Abadi Budaya
   Leluhur. Yogyakarta:  
Narasi.

♦ Purwadi. 2006. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka

♦ Piaget, Jean. 1988. Antara Tindakan dan Pikiran. Jakarta: PT Gramedia.

♦ Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama
   Widya Sastra.

♦ Sarjono, Agus R.. 2001. Sastra dalam Empat Orba. http://a9usbudiikip.files.  
   Diakses 7 Juli 2010.

ikon pdf


kds penutup
wangsul-manginggil 

  • < 01 Pembelajaran Sastra Lisan Jawa di Sekolah sebagai Alternatif Pembentukan Karakter
  • 03 Paugeran Tatakrami Wicantenan Basa Jawi Minangka Bahan Wucalan Budi Pekerti >