| Makalah Pengombyong - (#15) |
|
Kemanakah Pembelajaran Bahasa Daerah akan Kita Bawa? Kemajemukan masyarakat, multi-budaya, multi-lingual, dan multi-dimensi sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Dampak seluruh aspek kehidupan itu menembus batas kerelativitasan bahasa. Masyarakat Jawa Timur merupakan masyarakat yang “multi” tersebut dan hal ini berdampak terhadap pendidikan karakter (baca: pendidikan budi pekerti). Mau tidak mau kondisi ini berpengaruh terhadap pembelajaran bahasa, khususnya bahasa daerah di Jawa Timur. Bahasa Jawa dialek Jawa Timur, pada dasarnya, merupakan salah satu variasi bahasa yang terdapat pada masyarakat tutur Jawa Timur. Sehubungan dengan variasi tersebut, Poedjosoedarmo (1981) menyatakan bahwa variasi adalah bentuk-bentuk bagian atau varian bahasa yang masing-masing memiliki pola-pola umum bahasa induknya. Lebih lanjut, dikatakan bahwa variasi dibagi menjadi lima, yaitu: idiolek, dialek, yang terdiri atas: ragam, yaitu:
Dialek ialah suatu varian bahasa yang memiliki bentukan dan pilihan kata yang khas. Kekhasan ini disebabkan oleh latar belakang para penuturnya. Karena itu, pembeda dialek yang satu dengan yang lain adalah latar belakang dan daerah asal kelompok penutur.
1. representasional, 2. transaksional, 3. interaksional, 4. komisif, 5. direktif, 6. ekspresif, 7. konatif, 8. regulatory, 9. heuristik, 10. instrumental, dan 11. magis.
1. prinsip ketahudirian, 2. prinsip empan papan, 3. prinsip kerendah-hatian, 4. prinsip kemurahhatian, 5. prinsip kesimpatikkan, 6. prinsip kebijaksanaan, dan 7. prinsip kemakluman.
Tujuh prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
“matamu buta ya”
1. pengajar bahasa Jawa bukan lulusan yang sesuai dengan bidang. Pemanfaatan pengajar hanya didasarkan pada pertimbagan bahwa yang berangkutan orang jawa dengan tutur kata yang halus. Hal ini merupakan “rahasia umum” yang kita dapati di lembaga pendidikan. Akankah ini dibiarkan berlarut;larut? Semua bergantung pada pembuat kebijakan. 2. materi pembelajaran bahasa Jawa belum terfokus pada masalah “penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar”. Jika materi terfokus pada penggunaan bahasa Jawa yang sipersyaratkan, maka keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa di lembaga pendidikan barulah dirasakan hasilnya. Dampak ikutan yang bisa dirasakan adalah unggah-ungguhing basa anak didik tentu akan berdampak pada karakter yang terpuji, tata bahasa yang tersistem, dan emosi yang tertata. Karena itu, perlu disusun kurikulum bahasa Jawa yang mampu menghasilkan kehalusan berbahasa dan budi pekerti yang positif. 3. proses belajar mengajar yang masih terfokus pada guru sebagai agent of change, sehingga anak didik tetap menjadi pendengar yang baik dengan sedikit praktik berbahasa Jawa yang sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Kita (guru) tidak mengajarkan tentang bahasa tetapi mengajarkan berbahasa. Kita wajib menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan berbahasa anak didik, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
Seyogyanya kita berbicara sesuai tata krama dalam bahasa Jawa, seharusnya banyak buku yang bisa dibaca anak didik dengan media bahasa Jawa yang bisa dipertanggung jawabkan, mestinya kita tuntun anak didik agar terampilan menggunakan bahasa Jawa dalam tulisan dan seterusnya. Sudah hal ini kita lakukan? Yang terakhir (4) kedudukan bahasa Jawa yang sekedar MULOK akan berakibat pada sikap meremehkan, cuek, acuh tak acuh, bahkan cenderung tidak dipentingkan. Jika kita konsisten, maka bahasa Jawa adalah pelajaran WAJIB bagi anak didik di Jawa, sesuai dengan bahasa ibu masing-masing.
1. Kita sadari bahwa bahasa Jawa sarat dengan tata krama. Hal ini yang perlu mendapat penekanan pada saat kita mengajarkan bahasa Jawa. Bukan ilmu tentang bahasa Jawa, melainkan bagaimana menggunakan bahasa Jawa. 2. Perlunya meninjau kurikulum bahasa Jawa agar gradasi bahan tertata dengan baik. Hal-hal yang tidak berkaitan secara signifikan sebaiknya tidak perlu diberikan, misalnya arane kewan dan anaknya, kembang lombok jenenge apa, dan seterusnya. Bahan yang diutamakan adalah penggunaan bahasa Jawa, ngoko dan krama dengan semua tingkatannya. 3. Penyediaan buku-buku pelajaran bahasa Jawa yang benar-benar bisa digunakan anak didik untuk berbahasa Jawa sesuai dengan kaidah dan tata krama. 4. Jadikan bahasa Jawa, terutama krama, menu utama dalam proses pembelajaran di tingkat SD, SMP, dan SMA.
Keberhasilan jangka panjang pembelajaran bahasa Jawa yang sarat dengan muatan etika dan budi pekerti bisa diharapkan dengan catatan bahwa bahasa Jawa merupakan sarana dan media yang paling tepat untuk pendidikan karakter. Kesopan santunan berbahasa bisa dijadikan menu utama dalam proses belajar mengajaran dan dalam kehidupan anak didik. Hal ini hanya bisa dilakukan dalam situasi formal dan diharapkan berdampak pada kehidupan anak didik di masa depan, sehingga akan tercipta sikap saling menghormati, menghargai, menyayangi, tepa selira, gotong rotong, rukun dan sebagainya. Inilah tujuan utama pembelajaran bahasa Jawa. |














