Mdang i Bhumi Mataram

beranda

ikon-buku-tamu

kerajaan-mataram-kuno

kumpulan-makalah

kumpulan-artikel

candi-yogyakarta
prambanan
   01 Kabupaten Sleman - 77
   02 Kabupaten Bantul - 7
   03 Kabupaten Gunung Kidul - 6
   04 Kabupaten Kulon Progo - 5
   05 Kota Madya Yogyakarta - 1

candi-jawa-tengah
borobudur
   01 Kabupaten Klaten - 13
   02 Kabupaten Magelang - 79
   03 Kabupaten Boyolali - 10
   04 Kabupaten Temanggung - 23
   05 Kabupaten Semarang - 14
   06 Kabupaten Banyumas - 8
   07 Kabupaten Wonosobo - 5
   08 Kotamadya Semarang - 5
   09 Kabupaten Kendal - 7
   10 Kabupaten Banjarnegara - 6
   11 Kabupaten Batang - 4
   12 Kabupaten Pemalang - 2
   13 Kabupaten Tegal - 2
   14 Kabupaten Brebes - 2
   15 Kabupaten Purwodadi - 1
   16 Kabupaten Kudus - 1
   17 Kabupaten Purworejo - 2
   18 Kabupaten Purbalingga - 1
   19 Kabupaten Kebumen - 2

 relief-borobudur
relief-O-01
01 Relief Karmawibhangga
02-Caca-Jataka-1
02 Relief Jataka

prasasti
ikon-prasasti

video
00-mataram-kuno-1
Aneka Video Medang

jumlah-pengunjung
368236
  Hari ini     :  Hari ini :374
  Kemarin     :  Kemarin :156
  Minggu ini   :  Minggu ini :526
  Bulan ini   :  Bulan ini :4225
  s/d hari ini   :  s/d hari ini :368236
Jumlah Kunjungan Tertinggi
28.10.2025 : 1113
Pengunjung Online : 24

kontak-admin
email-kidemang

Kumpulan Artikel
Tiga Prasasti Masa Balitung - Halaman : 03 / 14

memerintah, yang mungkin berkedudukan sebagai putri mahkota dan ia adalah kakak Dakṣa.   

Bagaimana pun pendapat di muka hanyalah merupakan dugaan sementara yang masih harus diteliti lebih lanjut. Selain itu juga mungkin di masa-masa mendatang akan ditemukan lagi prasasti dari masa pemerintahan Dyaḥ Balitung, sehingga dapat memberi data yang lebih lengkap untuk mengungkapkan sejarah pada masa itu, baik sejarah politik maupun sejarah sosial-ekonominya.

 

III. TERJEMAHAN

 

3.1. PRASASTI LUĪTAN

 

1. Selamat! telah lewat tahun Śaka 823 tahun, bulan Caitra [1] tanggal 10 Śuklapaksa [2], pada hari Was (paringkelan), Kaliwuan (pasaran) dan hari Kamis (menurut perhitungan 7 hari) [3], bintang Sathabiṣa [4], yoga: lndra [5]. Pada waktu itu penduduk desa Luītan yang termasuk wilayah Kapuŋ

2. berdatang sembah kepada Rakryān Mapatiḥ i Hino [6], mengadukan bahwa sawah yang dikerjakannya tidak sanggup memenuhi bagian (yang diwajibkan), karena sempitnya yang dianggap satu tampaḥ [7]. (Maka) diperintahkan supaya diukur kembali oleh Rakryān Ma-

3. patiḥ i Hino dan Rakryān i Pagarwṣi. Yang diberi tugas mengukur (kembali) adalah saŋ wahuta hyaŋ kudur [8] dan pembantu dari Rakryān i Pagarwṣi. Sesungguhnyalah bahwa sempit tampaḥnya tidak dapat memenuhi satu setengah

4. setiap satu tampaḥnya [9], dan tidak sanggup mempunyai enam budak [10]. Maka dikabulkan permohonan dari kepala desa itu untuk mengerjakan sawah (seluas) 1 lamwit 7 tampaḥ, dan dapat mempunyai empat budak. Karena memang demikianlah perkiraannya setelah diukur kembali.

5. Pejabat desa mempersembahkan persembahan kepada Rakryān Mapatiḥ i Hino pu Dakṣa Śrī Bāhubajrapratipakṣakṣaya, Rake Pagarwṣi pu Wira, Rake Sirikan pu Wariga

6. Rake Wka pu Kutak, Samgat Tiruan pu Śiwāstra, semua diberi emas 1 suwarṇa masing-masing. Samgat Wadihati (bernama) pu Dapit diberi (persembahan berupa) emas 8 māsa, Aṅinaṅin [11] (bernama) pu Parigi dan Saŋ

7. Babahan diberi emas 4 māsa masing-masing. Saŋ tuhān [12] dari Ayam Tĕas, (tuhān dari) Miramiraḥ (bernama) pu Rayuŋ dan dilengkapi oleh (tuhān dari) Halaran (yaitu) saŋ Dhanada diberi emas 4 māsa masing-masing. Makudur [13]

8. saŋ tgaŋrāt diberi persembahan (berupa) emas 4 māsa. Saŋ wahuta hyaŋ (kudur) diberi emas 4 māsa. Samgat mawanua (yang bernama) pu Kuśala, penduduk desa Kataṅgaran yang termasuk wilayah Kataṅgaran

9. diberi persembahan (berupa) emas 9 suwarṇa dan 8 māsa. Tuhān dari para nāyaka [14] dari desa Kapuŋ (bernama) saŋ Mahantara, tuhan ni Lampuran (bernama) saŋ Karaṇa, tuhān dari para wadua rarai [15] saŋ Tamuy, tuhān dari para penari topeng

10. (bernama) saŋ Lage, manuṅgu [16] (bernama) saŋ Dhanaki, semua diberi persembahan (berupa) emas 4 māsa masing-masing. Wahuta dari Kapuŋ (bernama) si Kelaśa dan si Gupai diberi persembahan (berupa) emas 8 māsa masing-masing.

 


[1]Bulan caitra adalah bulan pertama dari perhitungan tahun Śaka. Adapun urutannya adalah sebagai berikut: 1. caitra. 2. Waisāka, 3. Jyeṣtha. 4. Āsādha. 5. Srawaṇa. 6. Bhadrawāda. 7. Asuji, 8. Kārtika, 9. Mārgaśira, 10. Posya, 11. Māgha dan 12. Phālguṇa (De Casparis 1978: 48).

[2]Dalam sistim penanggalan Jawa Kuna, setiap bulan dibagi dalam dua pakṣa yang setiap paksanya terdiri dari 15 hari, yaitu suklapakṣa (paro terang) mulai tanggal 1 s/d 15 dan kṛṣṇapakṣa (paro gelap) mulai tanggal 16 s/d 30.

[3]Ada 3 macam wāra yang dikenal dalam prasasti, yaitu saptawāra (satu minggu yang terdiri dari 7 hari) yakni A = Āditya, SO = Soma, ANG = Anggara, BU = Budha, WR = Wrhaspati, SU = Sukra, SA = Sanaiśara; sadwāra (satu minggu terdiri dari 6 hari) yaitu TU = Tunglai, HA = Hariyang, WU = Wurukung, PA = Paniruan, WA = Was, MA = Mawulu dan pañcawāra (satu minggu yang terdiri dari 5 hari) yaitu PA = Pahing, PO = Pon, WA = Wagai, KA = Kaliwuan, U = Umanis atau MA  = Manis (Damais, 1955: 252-253).

[4]Ada 27 bintang yang menjadi dasar dalam penulisan prasasti (Pigeaud, 1925: 282)

[5]Yoga adalah waktu selama pergerakan yang bersamaan dari bulan dan matahari sama dengan garis bujur 13°20' (De casparis, 1978: 22)

[6]Rakryān mapatiḥ i hino adalah putra mahkota (Boechari, 1975-1976).

[7]Tampaḥ adalah satuan ukuran luas untuk menghitung luas sawah. Satuan yang lebih besar dari tampah adalah lamwit, sedangkan yang lebih kecil dari tampah adalah suku.

[8]Saŋ wahuta hyaŋ kudur ialah salah seorang pembantu saŋ pamagat makudur yang memimpin upacara penetapan sima. Di dalam prasasti Paṅgumulan, saŋ wahuta hyaŋ kudur dapat menggantikan kedudukan saŋ makudur dalam menjalankan upacara tersebut (prasasti Paṅgumulan A: lllb.5).

[9]Tampah yang dipakai mengukur lebih kecil dari tampah yang seharusnya (tampah haji), sehingga setiap 1 tampah haji tersebut dihitung 1 1/2 tampah oleh pejabat pemungut pajak.

[10]Kaṭik di dalam kamus berarti kawan, pelayan atau penjaga kuda. Akan tetapi di dalam prasasti, kata kaṭik selalu dihubungkan dengan penghasilan tanah, maka ada kemungkinan kaṭik ini adalah budak/orang yang mengurusi atau menggarap tanah/sawah.

[11]Aṅinaṅin termasuk golongan maṅilala drawya haji tapi apa tugas dan kewajibannya belum diketahui.

[12]Tuhān adalah pemimpin kelompok dari pembantu-pembantu rendahan yang berada di bawah perintah rakai atau pamagat (De Casparis, 1956: 226-228 cat. 61 s/d 65). Kadang-kadang tuhan diganti dengan juru.

[13](Saŋ pamagat) Makudur adalah pejabat yang bertugas memimpin upacara di dalam upacara penetapan sima (Boechari, 1957: 35).

[14]Biasanya kata nāyaka selalu dihubungkan dengan pratyaya. Oleh karena itu, De Casparis membedakan nāyaka sebagai orang yang bertugas mengurusi kekayaan orang yang masih hidup dan pratyaya adalah orang yang mengurusi harta peninggalan dari orang yang telah mati (De Casparis,[42]1956: 228 cat. 67). Sedangkan Boechari dalam salah satu kuliahnya menyebutkan bahwa nāyaka adalah orang yang memimpin pejabat-pejabat sipil kerajaan dan pratyaya adalah orang yang mengurusi segala macam penghasilan kerajaan.

[15]Wadua rarai adalah pasukan yang terdiri dari para pemuda (Mardiwasito, 1978: 267-268).

[16]Mungkin sama dengan pejabat tuŋgu duruŋ, yaitu penjaga lumbung padi atau hanya sebagai penunggu sawah.

 

Sumber : http://epigraphyscorner.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00 

 

penutup

 

  • < 02 Tiga Prasasti Masa Balitung Halaman 02
  • 04 Tiga Prasasti Masa Balitung Halaman 04 >