Mdang i Bhumi Mataram

beranda

ikon-buku-tamu

kerajaan-mataram-kuno

kumpulan-makalah

kumpulan-artikel

candi-yogyakarta
prambanan
   01 Kabupaten Sleman - 77
   02 Kabupaten Bantul - 7
   03 Kabupaten Gunung Kidul - 6
   04 Kabupaten Kulon Progo - 5
   05 Kota Madya Yogyakarta - 1

candi-jawa-tengah
borobudur
   01 Kabupaten Klaten - 13
   02 Kabupaten Magelang - 79
   03 Kabupaten Boyolali - 10
   04 Kabupaten Temanggung - 23
   05 Kabupaten Semarang - 14
   06 Kabupaten Banyumas - 8
   07 Kabupaten Wonosobo - 5
   08 Kotamadya Semarang - 5
   09 Kabupaten Kendal - 7
   10 Kabupaten Banjarnegara - 6
   11 Kabupaten Batang - 4
   12 Kabupaten Pemalang - 2
   13 Kabupaten Tegal - 2
   14 Kabupaten Brebes - 2
   15 Kabupaten Purwodadi - 1
   16 Kabupaten Kudus - 1
   17 Kabupaten Purworejo - 2
   18 Kabupaten Purbalingga - 1
   19 Kabupaten Kebumen - 2

 relief-borobudur
relief-O-01
01 Relief Karmawibhangga
02-Caca-Jataka-1
02 Relief Jataka

prasasti
ikon-prasasti

video
00-mataram-kuno-1
Aneka Video Medang

jumlah-pengunjung
368236
  Hari ini     :  Hari ini :374
  Kemarin     :  Kemarin :156
  Minggu ini   :  Minggu ini :526
  Bulan ini   :  Bulan ini :4225
  s/d hari ini   :  s/d hari ini :368236
Jumlah Kunjungan Tertinggi
28.10.2025 : 1113
Pengunjung Online : 19

kontak-admin
email-kidemang

Kumpulan Artikel
Tiga Prasasti Masa Balitung - Halaman : 10 / 14

3.3. PRASASTI RUKAM

 

1. Selamat! tahun Śaka telah berjalan 829 tahun, bulan Kārttika, tanggal 10 paro terang, pada hari: Mawulu (paringkelan), Pahing (pasaran), hari Senin (menurut perhitungan 7 hari), bintang Śatabhiṣa, (di bawah naungan): dewa Baruṇa, yoga: Wṛddhi. Pada waktu itu perintah Śrī Mahārāja Rake Watukura Dyaḥ BalituŋŚrī Dharmmodaya Mahāśambhu

2. turun kepada (Rakryān) Mahāmantri i Hino Śrī Dakṣottama Bāhubajra Pratipakṣakṣaya, memerintahkan agar desa Rukam yang termasuk wilayah kutagara atau negeri ageng, yang telah hancur oleh letusan gunung dijadikan daerah perdikan bagi neneknya raja, yaitu Rakryān Sañjiwana. Dan hendaknya dipersembahkan kepada dharmmanya (Rakryān Sañjiwana) [1] di Limwuŋ dan hendaknya mem-

3. buat kamulān [2] (di Rukam). Pendapatan (daerah Rukam yang berjumlah) 5 dhārana perak dan 5 māsa pilih mas, (supaya) diberikan untuk pemeliharaan parhyaṅan [3] yang terletak di Limwuŋ; sebagai buñcaŋ hajinya [4] adalah memelihara kamulān (tersebut). Kemudian seluruh petani [5] desa Rukam memohon perlindungan kepadanya terhadap orang-orang yang semula sering mengganggu keamanan [6] daerah itu. Tidak termasuki oleh

4. segala macam maṅilala dṛbya haji (yaitu) kriŋ, padam, maŋrumbe [7], paranakan, tapa haji, air haji, maṅhuri, tuha dagaŋ, manimpiki, limus galuḥ [8], rataji [9], paṅaruhan [10], kataṅgaran, pinilai, mapaḍahi, maṅiduŋ, hulun haji, dan sebagainya.

5. Segala sesuatu yang termasuk maṅilala dṛbya haji tidak berhak (lagi) masuk ke sana, hanya bhaṭāra di parhyaṅan di Limwuŋ sajalah yang berdaulat atas seluruh sukhaduhkanya. (Sebagai tanda terima kasihnya) maka penduduk desa Rukam memberi persembahan kepada para pejabat yang turut mengukuhkan penetapan daerah perdikan. (Yaitu) kepada Rakryān Mapatiḥ i Hino

6. Śrī Dakṣottama Bāhubajra Pratipakṣakṣaya (diberi persembahan berupa) bebed jenis gañjarpatra sepasang dan emas murni [11] (sejumlah) 1 suwarna dan 4 māsa. Rakryān i Halu pu Wirawikrama, Rakryān i Sirikan pu Wariga Samarawikrānta, Rakryān i Wka pu Kutak, semua diberi per-

7. sembahan (berupa) bebed jenis kalyaga sepasang dan emas 1 suwarṇa masing-masing. Samgat tiruan pu Asaṅa SaŋŚiwāstra diberi persembahan (berupa) bebed jenis pinilay sepasang dan emas 1 suwarṇa. Rake halaran pu Kiwiŋ, (rake) palarhyaŋ [12] pu Puñjaŋ, dalinan saŋ Sukha

[1]Dharmma mempunyai arti yang bermacam-macam, antara lain jasa, kewajiban, hukum, pertapaan. Berdasarkan konteks kalimatnya, dharmma di sini diterjemahkan dengan kewajiban.

[2]Stutterheim menghubungkan kata kamulān dengan kata kamalir yang artinya sama dengan tratag, yaitu bangunan yang letaknya di tepi laut atau sungai, sedangkan kamulān merupakan arti yang sebaliknya yaitu rumah tinggal. Karena itu menurut Stutterheim, kamulan seharusnya ditulis dengan umah kamulān, yaitu salah satu tugas mula yang berkewajiban menjaga keamanan (Stutterheim, 1934: 285). Setelah melihat uraian tersebut, maka mungkin yang dimaksud dengan kamulān adalah bangunan yang diperuntukkan bagi penjaga keamanan atau semacam pos jaga.

[3]Parhyaṅan berasal dari kata hyaŋ yang diberi imbuhan pa-an. Kata hyaŋ sendiri berarti dewa atau suci. Dengan demikian parhyaṅan berarti tempat (para) dewa, yaitu bangunan suci atau candi (Zoetmulder, 1950: 104; Wojowasito, 1970: 326).

[4]Kata buñcaŋ haji merupakan sinonim dari buat haji atau gawai haji, yaitu kerja bakti rakyat untuk raja. Dari konteks kalimatnya buñcaŋ haji lebih tepat jika diartikan dengan kewajiban untuk memelihara kamulān.

[5]Arti kata samahala di dalam kalimat ini berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu mehala yang ber-arti bajak atau luku. Umumnya bajak dipakai oleh para petani, karena itu di sini kata samahala diterjemahkan dengan (para) petani (Monier Williams, 1970).

[6]Berbeda dengan sebelumnya, kata samahala di sini berasal dari bahasa Jawa Kuna, yaitu berasal dari kata sama dan hala yang berarti jahat. Sedangkan kata mehala itu sendiri berarti perbuatan jahat atau perbuatan yang tidak benar (Juynboll, 1923: 658). Oleh karena itu kata samahala di dalam kalimat ini diterjemahkan dengan "orang yang mengganggu keamanan".

[7]Juynboll menafsirkan maŋrumbai dengan orang yang pekerjaannya memuja dan berdoa" (Juynboll, 1923: 475), sedangkan Stutterheim mengartikannya sebagai tukang bunga atau ukiran (Stutterheim, 1925: 231). Di dalam bahasa Sunda terdapat kata rumbe-rumbe, yaitu semacam hiasan yang biasanya ditempatkan pada tepi kain atau bahan lainnya.

[8]Limus Galuḥ oleh Stutterheim diduga berasal dari kata lus (= halus), sedangkan galuḥ dihubungkan dengan mpu galuḥ atau nadindharna (Sansekerta) yang berarti tukang emas. Di dalam bahasa Jawa disebut wong anggaluḥ atau tukang membuat emas atau lus (permata, sebab kata lus menunjukkan pada sesuatu yang halus). Di Bali, empu Galuh adalah seorang brahmana yang berasal dari Majapahit yang kemudian mendirikan pertukangan. Pada prasasti Sendang Sedati disebut poḥ galuḥ (Stutterheim, 1925: 248, Bosch, 1922: 26).

[9]Rataji berasal dari kata taji. Dalam hubungannya dengan sabungan ayam, taji adalah semacam pisau kecil yang diikatkan pada kaki ayam sabung (Stutterheim, 1925: 240). Menurut Boechari rataji berhubungan dengan tempat penyabungan ayam yang didirikan dengan seijin ratu. Rataji adalah orang yang bertugas mengurus dan membuat taji serta memungut pajak dari sabungan ayam tersebut (Boechari, 1958).

[10]Paṅaruhan adalah tukang emas (Stutterheim, 1925: 248).

[11]Stutterheim di dalam prasasti Poh menterjemahkan emas pagĕḥ sebagai emas murni (Stutterheim, 1940: 8).

[12]Palarhyaŋ atau paṅgilhyaŋ berasal dari kata palar atau paṅgil yang berarti memanggil, mencari, mengharapkan (Mardiwarsito, 1978: 222), dan kata hyaŋ berarti dewa. Oleh sebab itu jabatan ini diartikan sebagai pejabat yang 'memanggil dewa, mencari dewa atau mengharapkan dewa'. Dari arti katanya jabatan palarhyaŋ atau paṅghilhyaŋ berhubungan dengan keagamaan (Boechari, 1977: 8, De Casparis, 1956: 220-221). Dengan demikian dapat diketahui bahwa paṅgilhyaŋ adalah pejabat keagamaan, tetapi kedudukannya di dalam hirarki belum diketahui.

 

Sumber : http://epigraphyscorner.blogspot.com/search?updated-min=2014-01-01T00

 

penutup

 

  • < 09 Tiga Prasasti Masa Balitung Halaman 09
  • 11 Tiga Prasasti Masa Balitung Halaman 11 >